A. Pengaruh Golongan Politik Terhadap Tasyri’
Sejak masa khulafaur rasyidin berakhir, fase selanjutnya
dikenal dengan tabi’in atau sahabat yang pemerintahannya dipimpin oleh Bani
Umayah. Pemerintahan Bani Umayah menggunakan sistem monarki yang menggantikan
sistem pemerintahan sebelumnya, yang bersifat kekholifahan.
Umat Islam pada
saat itu terpecah menjadi tiga kelompok; Khowarij sebagai penentang Ali, Syi’ah
sebagai pendukung Ali, dan kelompok mayoritas (jumhur). Munculnya kelompok-kelompok
itu berpengaruh besar dalam mewarnai proses perkembangan hukum Islam.
Pada fase ini perkembangan hukum
Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit
mendorong terbentuknya aliran hukum. Walaupun panasnya suasana politik yang
dipengaruhi oleh golongan-golongan pemberontak yakni golongan Khawarij dan
Syi’ah mewarnai pada periode ini, akan tetapi fase-fase ini disebut juga masa
keemasan Islam yang mana tumbuh banyak perkembangan-perkembangan keilmuan,
adapun faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya:
1.
Bidang politik
Pada fase ini perkembangan hukum
Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit
mendorong terbentuknya aliran hukum. Pada bidang ini timbul tiga golongan
politik, yaitu: Khawarij, Syiah dan Jumhur Ulama. Masing-masing kelompok
tersebut berpegang kepada prinsip mereka sendiri.
Khawarij yang tidak setuju atau penentang terhadap Ali, kemudian merencanakan
untuk membunuh Ali dan Muawiyah namun yang berhasil dibunuh hanyalah Ali.
Dengan terbunuhnya Ali Bin Abi Thalib merupakan peluang besar untuk memperkokoh
dinasti Umayyah dan merubah system pemerintahan dari system demokrasi ke system
monarki. Dan system inipun diikuti oelh syi’ah, bahkan di syi’ah lebih sacral,
yakni dengan memepercayai bahwa imam itu ma’shum (terpelihara dari
perbuatan dosa). Namun demikian, Karena pertentangan politik yang begitu tajam
dan dengan kemenangan kelompok Umayyah, sejak dinasti ini menduduki menara
gading kekuasaan, maka sejak itu pula proses syura yang selama menjadi
dasar politik islam mulai dihilangkan dari sejarah.
2.
Perluasan Wilayah
Sebagimana yang kita ketahui
perluasan wilayah Islam sudah berjalan pada periode khalifah (Sahabat) yang
kemudian berlanjut pada periode Tabiin mengalami perluasan wilayah yang sangat
pesat dengan demikian telah banyak daerah-daerah yang telah ditaklukan oleh
Islam, sehubungan dengan itu semangat dari para ulama untuk mengembalikan
segala sesuatunya terhadap sumber-sumber hukum Islam, yang seiring banyak terjadi
perkembangan kebutuhan hukum untuk terciptanya kemaslahatan bersama. Dengan
demikian, orang yang masuk islam meliputi bermacam bangsa dengan berbagai
tradisi dan strata social, serta kepentingan yang berbeda-beda.
3.
Perbedaan Penggunaan Ra’yu
Pada periode ini para ulama dalam
mengemukakan pemikirannya dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu; aliran
Hadits yaitu para ulama yang dominan menggunakan riwayat dan sangat “hati-hati”
dalam penggunaan ra’yu. Dan kedua adalah ulama aliran ra’yu yang
banyak dalam penggunaan pemikirannya dengan ra’yu dibandingkan
dengan Hadits, dengan demikian adanya perkembangan pemikiran yang dapat
mendorong perkembangan hukum Islam.
4.
Fahamnya Ulama Tentang Ilmu Pengetahuan
Selain telah dibukukannya sumber-sumber
hukum Islam yaitu Al-Quran dan Al-hadits sebagi pedoman para ulama dalam
penetapan hukum, para ulama pun sudah faham betul dengan keadaan yang terjadi
serta para ulama-ulama yang dahulu dalam menghadapi kesulitan-kesulitan suatu
peristiwa dapat terpecahkan sehingga keputusan-keputasan itu dapat dijadikan
yurispudensi pada masa hakim saat ini.
5.
Lahirnya Para Cendikiawan-Cendikiawan Muslim
Dengan
lahirnya para cendikiawan-cendikiawan muslim seperti Abi Hanifah, Imam Maliki,
Imam Syafi’I dan juga para sahabat-sahabatnya dengan pemikiran-pemikiran yang
dimiliki telah berperan dalam pemprosesan suatu hukum yang berkembang dalam
masyarakat.
6. Kembalinya Penetapan Hukum Pada Ahlinya
Berkembangnya keadaan yang terjadi
di sekitar membuat banyak permaslahan-permasalahan baru yang terjadi, dengan
demikian umat Islam baik itu para pemimpin negara maupun hakim-hakim pengadilan
mengembalikan permasalahan-permasalahan terjadi pada para mufti-mufti dan
tokoh-tokoh ahli perundang-undangan.
Pada masa Abu
Bakar dan Ustman sahabat dilarang keluar dari madinah, agar tidak menyebarkan
hadits secara sembarangan dan dapat bermusyawarah bersama dalam menghadapi
persoalan-persoalan hukum yang penting.
B. Khawarij, Syi’ah dan Jumhur Pemikirannya Dalam Tasyri’
1. Pemikiran Hukum Islam Khawarij
Manolak hadist-hadist, pendapat-pendapat ulama serta fatwa mereka
ini. Mereka hanya menerima setiap hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang
yang mereka anggap cocok dari pendapat-pendapat ulama serta fatwa mereka itu
mempunyai fiqih khusus (aliran hukum islam sendiri). Demikian pula golongan
syi’ah menolak hadits-hadits yang diriwayatkan
oleh mayoritas sahabat dari Rasul, dan tidak memeprdulikan
pendapat-pendapat serta fatwa mereka itu. Masing-masing kelompok dari golongan
syi’ah ini hanya mau memegang hadits yang diriwayatkan oleh imam-imam mereka
dari keluarga keturunan rasul serta fatwa-fatwa yang timbuk dari mereka. Dengan
demikian mereka juga memiliki fiqih khusus(aliran hukum islam sendiri). Dan
kitab fiqih mereka yang sudah dicetak sangat banyak tidak terhitung jumlahnya.
Berikut ini beberapa gagasan khawarij tentang hukum islam
diantaranya :
1.
Pemimpin umat islam tidak mesti keturunan quraisy setiap orang yang
beragama islam berhak menjadi pemimpin. Apakah berasal dari kalangan merdeka
atau budak. Berbeda dengan pendapat golongan jumhur yang percaya bahwa
kepemimpinan mesti dipegang oleh quraisy.
2.
2. Khawarij tidak menerima dan tidak mau melaksanakan sanksi bagi
pelaku zina. Mereka hanya berpendapat
bahwa sanksi bagi pelaku zina adalah seratus kali pukulan, tidak ditambah
razam. Sebab sanksi pukulan ditentukan didalam al-qur’an sedangkan rajam
ditetapkan dalam sunnah.
3.
Khawarij (sekte
al-maimuniyah) berpendapat bahwa menikahi cucu perempuan adalah boleh
(halal/tidak haram), sebab yang diharamkan dalam al-qur’an adalah anak, cucu
tidak diharamkan.
4.
Khawarij pada umumnya berpendapat bahwa menikah dengan perempuan
yang tidak masuk sekte khawarij hukumnya tidaklah sah. Bahkan menurut sekte
ibadiyah berpendapat bahwa orangnya yang tidak sekelompok dengannya meskipun
melakukan shalat lima waktu dan ibadah lainnya adalah kafir. Tetapi menikahi
mereka dibolehkan.
5.
Ketika tejadi perang antara kelompok khawarij dan umat islam yang
bukan khawarij, yang boleh dijadikan ghanimah menurut ibadiyyah hanyalah
senjata dan kuda.
6.
Thaharah adalah
suci lahir dan batin, konsekuensi logisnya adalah apabila ketika shalat dalam
shalat berpikir sesuatu yang kotor dan membuat batin kotor maka shalat itu
batal.
Pemahaman khawarij ini berimplikasi
kepada pemahaman fiqh. Beberapa pendapat mereka yang dapat dikemukakan di
antaranya dalam masalah thaharah. Sebagaimana disebutkan oleh manna
qathan, kaum khawarij salah satu kelompok islam yang paling ekstrem dalam
melihat sesuatu, baik itu dalam imam atau kekafiran. Begitupula dalam ibadah,
mereka menenkankan kepada sesuatu yang abstrak dan ruhiyah, bukan jasadiyah.
Contohnya adalah dalam thaharah, bagi khawarij, bersuci itu tidak hanya sebata
menyucikan anggota badan (dalam wudhu misalnya ), tetapi yang terpenting adalah
menyucikan hait dan perasaan. Implikasinya, tidak hanya kencing atau buang air
besar yang membatalkan wudhu’, tetapi juga ketika seseorang menyimpan dendam,
dengki, permusuhan, atau memfitnah sesama manusia, maka wudhunya pun batal.
2. Pemikiran Hukum Islam
Syi’ah
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya syi’ah adalah kelompok umat
islam yang berpihak pada ahl al-bait. Menurut keyakinan mereka, yang berhak
menjadi pemimpin umat islam sestelah wafat Nabi Muhammad adalah Ali Ibn Abi
Thalib. Karena beliau adalah anggota keluarga ( laki-laki ) Nabi yang terdekat,
anak paman Nabi.
Dalam perjalanan sejarahnya, Syi’ah terpecah menjadi beberapa
sekte. Secara umum sumber hukum dalam pandangan Syi’ah adalah sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam pandangan mereka, Al-Qur’an memiliki 2 makna: makna lahir dan
makna batin. Hanya imam yang dapat mengetahui makna bathin Al-Qur’an.
Bagi Syi’ah, Sunnah dapat dibedakan menjadi empat:
a.
Hadis Shahih (tradisi yang otentik)
b.
Hadis Hasan (tradisi yang baik)
c.
Hadis Musak (kuat)
d.
Hadis Dla’if (lemah)
Hanya tiga macam hadis pertama yang diterima oleh kaum ushuli.
2.
Syi’ah hanya menerima hadis dan pendapat dari imam Syi’ah dan ulama
Syi’ah. Mereka menolak riwayat dari se;ain imam Syi’ah.
3.
Syi’ah menolak ijmak umum.
Menurut mereka, dengan mengakui ijmak umum berarti mengambil
pendapaat selain pendapat imam-imam Syi’ah. Mereka juga menolak al-qiyas
sebagai bagian dari al-ra’yu. Karena menurut mereka agama bukan diambil dengan
ra’yu.
Berikut
ini beberapa pendapat Syi’ah tentang hukum islam, antara lain :
1.
Nikah mut’ah sah dilakukan tanpa saksi dan I’lan. Nikah mut’ah
tidak menjadi sebab saling mewarisi antara suami dan istri dan tidak memerlukan
talaq, karena pernikahan berakhir ketika waktu yang ditentukan telah berakhir.
Waktu ‘iddah bagi perempuan dalah dua kali haid ( bagi perempuan yang masih
haid ) atau 45 hari bagi perempuan yang sudah putus haid. Jumlah perempuan yang
dapat dinikahi dalam satu waktu tidak terbatas.
2.
Syi’ah berpendpat bahwa laki-laki muslimtidak dihalalkan kawin
dengan wanita Yahudi dan Nasrani, sebab QS Al-Maidah ayat 5 itu dimansukh oleh
QS Al-Mumtahanah ayat 10.
3.
Syi’ah berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW dapat mewariskan harta
kepada ahli warisnya.
4.
Syi’ah berbeda pendapat dengan ulama jumhur dalam lafadz adzan.
Bagi ulama Syi’ah, setelah kalimat hayya ‘ala al-falah adalah hayya
‘ala khairi al-‘amal.
5.
Masalah warisan bagi perempuan, perempuan hanya mendapatkan benda
bergerak saja, tidak seluruh jenis harta.
6.
Waktu shalat hanya tiga, Dzuhur dan Ashar (dhuluqi syamsi), Maghrib
dan Isya (ghosyaqillail) dan subuh (Al-Qur’anal Fajr).
7.
Dalam sujud tidak menggunakan alas tempat sujud yang dibuat
tangan. Biasanya mereka memekai tanah atau batu dari Karbala.
3 Pemikiran Hukum Jumhur
Jumhur yang dimaksud adalah jumhur ulama, yaitu ulama pada umumnya.
Berikut ini adalah beberapa pemikiran hukum islam jumhur, antara lain:
a.
Penolakan terhadap keabsahan nikah mut’ah. Bagi jumhur nikah mut’ah
haram dilakukan. Dalam hal ini, pendapat jumhur sejalan dengan pendapat Umar
ibn Khattab r.a.
b.
Jumhur menggunakan konsep ‘aul dalam pembagian harta pusaka.
c.
Nabi Muhammad SAW tidak dapat mewariskan harta, karena terdapat
sebuah hadis yang menyatakan bahwa beliau bersabda:
“Kami seluruh para nabi tidak mewariskan (harta); harta yang
kutinggalkan adalah shadaqah”
d.
Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah 4
orang ( penafsiran QS An-Nisa ayat 3).
BAB III
KESIMPULAN
Pemahaman khawarij ini berimplikasi kepada pemahaman fiqh. Beberapa
pendapat mereka yang dapat dikemukakan di antaranya dalam masalah thaharah.
Sebagaimana disebutkan oleh manna qathan, kaum khawarij salah satu kelompok
islam yang paling ekstrem dalam melihat sesuatu, baik itu dalam imam atau
kekafiran.
Syi’ah adalah kelompok umat islam yang berpihak pada ahl al-bait.
Menurut keyakinan mereka, yang berhak menjadi pemimpin umat islam sestelah
wafat Nabi Muhammad adalah Ali Ibn Abi Thalib. Karena beliau adalah anggota
keluarga ( laki-laki ) Nabi yang terdekat, anak paman Nabi.
Jumhur yang dimaksud adalah jumhur ulama, yaitu ulama pada umumnya.
Berikut ini adalah beberapa pemikiran hukum islam jumhur, antara lain:
a.
Penolakan terhadap keabsahan nikah mut’ah. Bagi jumhur nikah mut’ah
haram dilakukan. Dalam hal ini, pendapat jumhur sejalan dengan pendapat Umar
ibn Khattab r.a.
b.
Jumhur menggunakan konsep ‘aul dalam pembagian harta pusaka.
c.
Nabi Muhammad SAW tidak dapat mewariskan harta, karena terdapat
sebuah hadis yang menyatakan bahwa beliau bersabda:
“Kami seluruh para nabi tidak mewariskan (harta); harta yang
kutinggalkan adalah shadaqah”
d.
Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah 4
orang ( penafsiran QS An-Nisa ayat 3).
DAFTAR PUSTAKA
·
Dr. Yayan Sopyan, M.Ag.2010.Tarikh Tasyri’ Sejarah Dan
Pembentukan Hukum Islam.Depok:Gramata Publishing.
·
Mubarok,Jaih. 2000. Sejarah dan Perkembangan Hukun
Islam. Bandung:Remaja Rosdakarya.
A. Pengaruh Golongan Politik Terhadap Tasyri’
Sejak masa khulafaur rasyidin berakhir, fase selanjutnya
dikenal dengan tabi’in atau sahabat yang pemerintahannya dipimpin oleh Bani
Umayah. Pemerintahan Bani Umayah menggunakan sistem monarki yang menggantikan
sistem pemerintahan sebelumnya, yang bersifat kekholifahan.
Umat Islam pada
saat itu terpecah menjadi tiga kelompok; Khowarij sebagai penentang Ali, Syi’ah
sebagai pendukung Ali, dan kelompok mayoritas (jumhur). Munculnya kelompok-kelompok
itu berpengaruh besar dalam mewarnai proses perkembangan hukum Islam.
Pada fase ini perkembangan hukum
Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit
mendorong terbentuknya aliran hukum. Walaupun panasnya suasana politik yang
dipengaruhi oleh golongan-golongan pemberontak yakni golongan Khawarij dan
Syi’ah mewarnai pada periode ini, akan tetapi fase-fase ini disebut juga masa
keemasan Islam yang mana tumbuh banyak perkembangan-perkembangan keilmuan,
adapun faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya:
1.
Bidang politik
Pada fase ini perkembangan hukum
Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit
mendorong terbentuknya aliran hukum. Pada bidang ini timbul tiga golongan
politik, yaitu: Khawarij, Syiah dan Jumhur Ulama. Masing-masing kelompok
tersebut berpegang kepada prinsip mereka sendiri.
Khawarij yang tidak setuju atau penentang terhadap Ali, kemudian merencanakan
untuk membunuh Ali dan Muawiyah namun yang berhasil dibunuh hanyalah Ali.
Dengan terbunuhnya Ali Bin Abi Thalib merupakan peluang besar untuk memperkokoh
dinasti Umayyah dan merubah system pemerintahan dari system demokrasi ke system
monarki. Dan system inipun diikuti oelh syi’ah, bahkan di syi’ah lebih sacral,
yakni dengan memepercayai bahwa imam itu ma’shum (terpelihara dari
perbuatan dosa). Namun demikian, Karena pertentangan politik yang begitu tajam
dan dengan kemenangan kelompok Umayyah, sejak dinasti ini menduduki menara
gading kekuasaan, maka sejak itu pula proses syura yang selama menjadi
dasar politik islam mulai dihilangkan dari sejarah.
2.
Perluasan Wilayah
Sebagimana yang kita ketahui
perluasan wilayah Islam sudah berjalan pada periode khalifah (Sahabat) yang
kemudian berlanjut pada periode Tabiin mengalami perluasan wilayah yang sangat
pesat dengan demikian telah banyak daerah-daerah yang telah ditaklukan oleh
Islam, sehubungan dengan itu semangat dari para ulama untuk mengembalikan
segala sesuatunya terhadap sumber-sumber hukum Islam, yang seiring banyak terjadi
perkembangan kebutuhan hukum untuk terciptanya kemaslahatan bersama. Dengan
demikian, orang yang masuk islam meliputi bermacam bangsa dengan berbagai
tradisi dan strata social, serta kepentingan yang berbeda-beda.
3.
Perbedaan Penggunaan Ra’yu
Pada periode ini para ulama dalam
mengemukakan pemikirannya dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu; aliran
Hadits yaitu para ulama yang dominan menggunakan riwayat dan sangat “hati-hati”
dalam penggunaan ra’yu. Dan kedua adalah ulama aliran ra’yu yang
banyak dalam penggunaan pemikirannya dengan ra’yu dibandingkan
dengan Hadits, dengan demikian adanya perkembangan pemikiran yang dapat
mendorong perkembangan hukum Islam.
4.
Fahamnya Ulama Tentang Ilmu Pengetahuan
Selain telah dibukukannya sumber-sumber
hukum Islam yaitu Al-Quran dan Al-hadits sebagi pedoman para ulama dalam
penetapan hukum, para ulama pun sudah faham betul dengan keadaan yang terjadi
serta para ulama-ulama yang dahulu dalam menghadapi kesulitan-kesulitan suatu
peristiwa dapat terpecahkan sehingga keputusan-keputasan itu dapat dijadikan
yurispudensi pada masa hakim saat ini.
5.
Lahirnya Para Cendikiawan-Cendikiawan Muslim
Dengan
lahirnya para cendikiawan-cendikiawan muslim seperti Abi Hanifah, Imam Maliki,
Imam Syafi’I dan juga para sahabat-sahabatnya dengan pemikiran-pemikiran yang
dimiliki telah berperan dalam pemprosesan suatu hukum yang berkembang dalam
masyarakat.
6. Kembalinya Penetapan Hukum Pada Ahlinya
Berkembangnya keadaan yang terjadi
di sekitar membuat banyak permaslahan-permasalahan baru yang terjadi, dengan
demikian umat Islam baik itu para pemimpin negara maupun hakim-hakim pengadilan
mengembalikan permasalahan-permasalahan terjadi pada para mufti-mufti dan
tokoh-tokoh ahli perundang-undangan.
Pada masa Abu
Bakar dan Ustman sahabat dilarang keluar dari madinah, agar tidak menyebarkan
hadits secara sembarangan dan dapat bermusyawarah bersama dalam menghadapi
persoalan-persoalan hukum yang penting.
B. Khawarij, Syi’ah dan Jumhur Pemikirannya Dalam Tasyri’
1. Pemikiran Hukum Islam Khawarij
Manolak hadist-hadist, pendapat-pendapat ulama serta fatwa mereka
ini. Mereka hanya menerima setiap hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang
yang mereka anggap cocok dari pendapat-pendapat ulama serta fatwa mereka itu
mempunyai fiqih khusus (aliran hukum islam sendiri). Demikian pula golongan
syi’ah menolak hadits-hadits yang diriwayatkan
oleh mayoritas sahabat dari Rasul, dan tidak memeprdulikan
pendapat-pendapat serta fatwa mereka itu. Masing-masing kelompok dari golongan
syi’ah ini hanya mau memegang hadits yang diriwayatkan oleh imam-imam mereka
dari keluarga keturunan rasul serta fatwa-fatwa yang timbuk dari mereka. Dengan
demikian mereka juga memiliki fiqih khusus(aliran hukum islam sendiri). Dan
kitab fiqih mereka yang sudah dicetak sangat banyak tidak terhitung jumlahnya.
Berikut ini beberapa gagasan khawarij tentang hukum islam
diantaranya :
1.
Pemimpin umat islam tidak mesti keturunan quraisy setiap orang yang
beragama islam berhak menjadi pemimpin. Apakah berasal dari kalangan merdeka
atau budak. Berbeda dengan pendapat golongan jumhur yang percaya bahwa
kepemimpinan mesti dipegang oleh quraisy.
2.
2. Khawarij tidak menerima dan tidak mau melaksanakan sanksi bagi
pelaku zina. Mereka hanya berpendapat
bahwa sanksi bagi pelaku zina adalah seratus kali pukulan, tidak ditambah
razam. Sebab sanksi pukulan ditentukan didalam al-qur’an sedangkan rajam
ditetapkan dalam sunnah.
3.
Khawarij (sekte
al-maimuniyah) berpendapat bahwa menikahi cucu perempuan adalah boleh
(halal/tidak haram), sebab yang diharamkan dalam al-qur’an adalah anak, cucu
tidak diharamkan.
4.
Khawarij pada umumnya berpendapat bahwa menikah dengan perempuan
yang tidak masuk sekte khawarij hukumnya tidaklah sah. Bahkan menurut sekte
ibadiyah berpendapat bahwa orangnya yang tidak sekelompok dengannya meskipun
melakukan shalat lima waktu dan ibadah lainnya adalah kafir. Tetapi menikahi
mereka dibolehkan.
5.
Ketika tejadi perang antara kelompok khawarij dan umat islam yang
bukan khawarij, yang boleh dijadikan ghanimah menurut ibadiyyah hanyalah
senjata dan kuda.
6.
Thaharah adalah
suci lahir dan batin, konsekuensi logisnya adalah apabila ketika shalat dalam
shalat berpikir sesuatu yang kotor dan membuat batin kotor maka shalat itu
batal.
Pemahaman khawarij ini berimplikasi
kepada pemahaman fiqh. Beberapa pendapat mereka yang dapat dikemukakan di
antaranya dalam masalah thaharah. Sebagaimana disebutkan oleh manna
qathan, kaum khawarij salah satu kelompok islam yang paling ekstrem dalam
melihat sesuatu, baik itu dalam imam atau kekafiran. Begitupula dalam ibadah,
mereka menenkankan kepada sesuatu yang abstrak dan ruhiyah, bukan jasadiyah.
Contohnya adalah dalam thaharah, bagi khawarij, bersuci itu tidak hanya sebata
menyucikan anggota badan (dalam wudhu misalnya ), tetapi yang terpenting adalah
menyucikan hait dan perasaan. Implikasinya, tidak hanya kencing atau buang air
besar yang membatalkan wudhu’, tetapi juga ketika seseorang menyimpan dendam,
dengki, permusuhan, atau memfitnah sesama manusia, maka wudhunya pun batal.
2. Pemikiran Hukum Islam
Syi’ah
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya syi’ah adalah kelompok umat
islam yang berpihak pada ahl al-bait. Menurut keyakinan mereka, yang berhak
menjadi pemimpin umat islam sestelah wafat Nabi Muhammad adalah Ali Ibn Abi
Thalib. Karena beliau adalah anggota keluarga ( laki-laki ) Nabi yang terdekat,
anak paman Nabi.
Dalam perjalanan sejarahnya, Syi’ah terpecah menjadi beberapa
sekte. Secara umum sumber hukum dalam pandangan Syi’ah adalah sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam pandangan mereka, Al-Qur’an memiliki 2 makna: makna lahir dan
makna batin. Hanya imam yang dapat mengetahui makna bathin Al-Qur’an.
Bagi Syi’ah, Sunnah dapat dibedakan menjadi empat:
a.
Hadis Shahih (tradisi yang otentik)
b.
Hadis Hasan (tradisi yang baik)
c.
Hadis Musak (kuat)
d.
Hadis Dla’if (lemah)
Hanya tiga macam hadis pertama yang diterima oleh kaum ushuli.
2.
Syi’ah hanya menerima hadis dan pendapat dari imam Syi’ah dan ulama
Syi’ah. Mereka menolak riwayat dari se;ain imam Syi’ah.
3.
Syi’ah menolak ijmak umum.
Menurut mereka, dengan mengakui ijmak umum berarti mengambil
pendapaat selain pendapat imam-imam Syi’ah. Mereka juga menolak al-qiyas
sebagai bagian dari al-ra’yu. Karena menurut mereka agama bukan diambil dengan
ra’yu.
Berikut
ini beberapa pendapat Syi’ah tentang hukum islam, antara lain :
1.
Nikah mut’ah sah dilakukan tanpa saksi dan I’lan. Nikah mut’ah
tidak menjadi sebab saling mewarisi antara suami dan istri dan tidak memerlukan
talaq, karena pernikahan berakhir ketika waktu yang ditentukan telah berakhir.
Waktu ‘iddah bagi perempuan dalah dua kali haid ( bagi perempuan yang masih
haid ) atau 45 hari bagi perempuan yang sudah putus haid. Jumlah perempuan yang
dapat dinikahi dalam satu waktu tidak terbatas.
2.
Syi’ah berpendpat bahwa laki-laki muslimtidak dihalalkan kawin
dengan wanita Yahudi dan Nasrani, sebab QS Al-Maidah ayat 5 itu dimansukh oleh
QS Al-Mumtahanah ayat 10.
3.
Syi’ah berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW dapat mewariskan harta
kepada ahli warisnya.
4.
Syi’ah berbeda pendapat dengan ulama jumhur dalam lafadz adzan.
Bagi ulama Syi’ah, setelah kalimat hayya ‘ala al-falah adalah hayya
‘ala khairi al-‘amal.
5.
Masalah warisan bagi perempuan, perempuan hanya mendapatkan benda
bergerak saja, tidak seluruh jenis harta.
6.
Waktu shalat hanya tiga, Dzuhur dan Ashar (dhuluqi syamsi), Maghrib
dan Isya (ghosyaqillail) dan subuh (Al-Qur’anal Fajr).
7.
Dalam sujud tidak menggunakan alas tempat sujud yang dibuat
tangan. Biasanya mereka memekai tanah atau batu dari Karbala.
3 Pemikiran Hukum Jumhur
Jumhur yang dimaksud adalah jumhur ulama, yaitu ulama pada umumnya.
Berikut ini adalah beberapa pemikiran hukum islam jumhur, antara lain:
a.
Penolakan terhadap keabsahan nikah mut’ah. Bagi jumhur nikah mut’ah
haram dilakukan. Dalam hal ini, pendapat jumhur sejalan dengan pendapat Umar
ibn Khattab r.a.
b.
Jumhur menggunakan konsep ‘aul dalam pembagian harta pusaka.
c.
Nabi Muhammad SAW tidak dapat mewariskan harta, karena terdapat
sebuah hadis yang menyatakan bahwa beliau bersabda:
“Kami seluruh para nabi tidak mewariskan (harta); harta yang
kutinggalkan adalah shadaqah”
d.
Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah 4
orang ( penafsiran QS An-Nisa ayat 3).
BAB III
KESIMPULAN
Pemahaman khawarij ini berimplikasi kepada pemahaman fiqh. Beberapa
pendapat mereka yang dapat dikemukakan di antaranya dalam masalah thaharah.
Sebagaimana disebutkan oleh manna qathan, kaum khawarij salah satu kelompok
islam yang paling ekstrem dalam melihat sesuatu, baik itu dalam imam atau
kekafiran.
Syi’ah adalah kelompok umat islam yang berpihak pada ahl al-bait.
Menurut keyakinan mereka, yang berhak menjadi pemimpin umat islam sestelah
wafat Nabi Muhammad adalah Ali Ibn Abi Thalib. Karena beliau adalah anggota
keluarga ( laki-laki ) Nabi yang terdekat, anak paman Nabi.
Jumhur yang dimaksud adalah jumhur ulama, yaitu ulama pada umumnya.
Berikut ini adalah beberapa pemikiran hukum islam jumhur, antara lain:
a.
Penolakan terhadap keabsahan nikah mut’ah. Bagi jumhur nikah mut’ah
haram dilakukan. Dalam hal ini, pendapat jumhur sejalan dengan pendapat Umar
ibn Khattab r.a.
b.
Jumhur menggunakan konsep ‘aul dalam pembagian harta pusaka.
c.
Nabi Muhammad SAW tidak dapat mewariskan harta, karena terdapat
sebuah hadis yang menyatakan bahwa beliau bersabda:
“Kami seluruh para nabi tidak mewariskan (harta); harta yang
kutinggalkan adalah shadaqah”
d.
Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah 4
orang ( penafsiran QS An-Nisa ayat 3).
DAFTAR PUSTAKA
·
Dr. Yayan Sopyan, M.Ag.2010.Tarikh Tasyri’ Sejarah Dan
Pembentukan Hukum Islam.Depok:Gramata Publishing.
·
Mubarok,Jaih. 2000. Sejarah dan Perkembangan Hukun
Islam. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar