Cute Rocking Baby Monkey

Selasa, 09 April 2013

Pengaruh Golongan Politik Terhadap Tasyri’ Khawarij, Syi’ah, Dan Jumhur Pemikirannya Dalam Tasyri’


A. Pengaruh Golongan Politik Terhadap Tasyri’

Sejak masa khulafaur rasyidin berakhir, fase selanjutnya dikenal dengan tabi’in atau sahabat yang pemerintahannya dipimpin oleh Bani Umayah. Pemerintahan Bani Umayah menggunakan sistem monarki yang menggantikan sistem pemerintahan sebelumnya, yang bersifat kekholifahan.
Umat Islam pada saat itu terpecah menjadi tiga kelompok; Khowarij sebagai penentang Ali, Syi’ah sebagai pendukung Ali, dan kelompok mayoritas (jumhur). Munculnya kelompok-kelompok itu berpengaruh besar dalam mewarnai proses perkembangan hukum Islam.
Pada fase ini perkembangan hukum Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit mendorong terbentuknya aliran hukum. Walaupun panasnya suasana politik yang dipengaruhi oleh golongan-golongan pemberontak yakni golongan Khawarij dan Syi’ah mewarnai pada periode ini, akan tetapi fase-fase ini disebut juga masa keemasan Islam yang mana tumbuh banyak perkembangan-perkembangan keilmuan, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya:

1.      Bidang politik
Pada fase ini perkembangan hukum Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit mendorong terbentuknya aliran hukum. Pada bidang ini timbul tiga golongan politik, yaitu: Khawarij, Syiah dan Jumhur Ulama. Masing-masing kelompok tersebut berpegang kepada prinsip mereka sendiri. Khawarij yang tidak setuju atau penentang terhadap Ali, kemudian merencanakan untuk membunuh Ali dan Muawiyah namun yang berhasil dibunuh hanyalah Ali. Dengan terbunuhnya Ali Bin Abi Thalib merupakan peluang besar untuk memperkokoh dinasti Umayyah dan merubah system pemerintahan dari system demokrasi ke system monarki. Dan system inipun diikuti oelh syi’ah, bahkan di syi’ah lebih sacral, yakni dengan memepercayai bahwa imam itu ma’shum (terpelihara dari perbuatan dosa). Namun demikian, Karena pertentangan politik yang begitu tajam dan dengan kemenangan kelompok Umayyah, sejak dinasti ini menduduki menara gading kekuasaan, maka sejak itu pula proses syura yang selama menjadi dasar politik islam mulai dihilangkan dari sejarah.    

2.      Perluasan Wilayah
Sebagimana yang kita ketahui perluasan wilayah Islam sudah berjalan pada periode khalifah (Sahabat) yang kemudian berlanjut pada periode Tabiin mengalami perluasan wilayah yang sangat pesat dengan demikian telah banyak daerah-daerah yang telah ditaklukan oleh Islam, sehubungan dengan itu semangat dari para ulama untuk mengembalikan segala sesuatunya terhadap sumber-sumber hukum Islam, yang seiring banyak terjadi perkembangan kebutuhan hukum untuk terciptanya kemaslahatan bersama. Dengan demikian, orang yang masuk islam meliputi bermacam bangsa dengan berbagai tradisi dan strata social, serta kepentingan yang berbeda-beda.

3.      Perbedaan Penggunaan Ra’yu
Pada periode ini para ulama dalam mengemukakan pemikirannya dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu; aliran Hadits yaitu para ulama yang dominan menggunakan riwayat dan sangat “hati-hati” dalam penggunaan ra’yu. Dan kedua adalah ulama aliran ra’yu yang banyak dalam penggunaan pemikirannya dengan  ra’yu dibandingkan dengan Hadits, dengan demikian adanya perkembangan pemikiran yang dapat mendorong perkembangan hukum Islam.

4.      Fahamnya Ulama Tentang Ilmu Pengetahuan
Selain telah dibukukannya sumber-sumber hukum Islam yaitu Al-Quran dan Al-hadits sebagi pedoman para ulama dalam penetapan hukum, para ulama pun sudah faham betul dengan keadaan yang terjadi serta para ulama-ulama yang dahulu dalam menghadapi kesulitan-kesulitan suatu peristiwa dapat terpecahkan sehingga keputusan-keputasan itu dapat dijadikan yurispudensi pada masa hakim saat ini.

5.      Lahirnya Para Cendikiawan-Cendikiawan Muslim
Dengan lahirnya para cendikiawan-cendikiawan muslim seperti Abi Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi’I dan juga para sahabat-sahabatnya dengan pemikiran-pemikiran yang dimiliki telah berperan dalam pemprosesan suatu hukum yang berkembang dalam masyarakat.


6.     Kembalinya Penetapan Hukum Pada Ahlinya
Berkembangnya keadaan yang terjadi di sekitar membuat banyak permaslahan-permasalahan baru yang terjadi, dengan demikian umat Islam baik itu para pemimpin negara maupun hakim-hakim pengadilan mengembalikan permasalahan-permasalahan terjadi pada para mufti-mufti dan tokoh-tokoh ahli perundang-undangan.
Pada masa Abu Bakar dan Ustman sahabat dilarang keluar dari madinah, agar tidak menyebarkan hadits secara sembarangan dan dapat bermusyawarah bersama dalam menghadapi persoalan-persoalan hukum yang penting.

B. Khawarij, Syi’ah dan Jumhur Pemikirannya Dalam Tasyri’

1. Pemikiran Hukum Islam Khawarij
Manolak hadist-hadist, pendapat-pendapat ulama serta fatwa mereka ini. Mereka hanya menerima setiap hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang mereka anggap cocok dari pendapat-pendapat ulama serta fatwa mereka itu mempunyai fiqih khusus (aliran hukum islam sendiri). Demikian pula golongan syi’ah menolak hadits-hadits yang diriwayatkan  oleh mayoritas sahabat dari Rasul, dan tidak memeprdulikan pendapat-pendapat serta fatwa mereka itu. Masing-masing kelompok dari golongan syi’ah ini hanya mau memegang hadits yang diriwayatkan oleh imam-imam mereka dari keluarga keturunan rasul serta fatwa-fatwa yang timbuk dari mereka. Dengan demikian mereka juga memiliki fiqih khusus(aliran hukum islam sendiri). Dan kitab fiqih mereka yang sudah dicetak sangat banyak tidak terhitung jumlahnya.
Berikut ini beberapa gagasan khawarij tentang hukum islam diantaranya :
1.        Pemimpin umat islam tidak mesti keturunan quraisy setiap orang yang beragama islam berhak menjadi pemimpin. Apakah berasal dari kalangan merdeka atau budak. Berbeda dengan pendapat golongan jumhur yang percaya bahwa kepemimpinan mesti dipegang oleh quraisy.
2.        2. Khawarij tidak menerima dan tidak mau melaksanakan sanksi bagi pelaku zina. Mereka hanya         berpendapat bahwa sanksi bagi pelaku zina adalah seratus kali pukulan, tidak ditambah razam. Sebab sanksi pukulan ditentukan didalam al-qur’an sedangkan rajam ditetapkan dalam sunnah.
3.        Khawarij  (sekte al-maimuniyah) berpendapat bahwa menikahi cucu perempuan adalah boleh (halal/tidak haram), sebab yang diharamkan dalam al-qur’an adalah anak, cucu tidak diharamkan.
4.        Khawarij pada umumnya berpendapat bahwa menikah dengan perempuan yang tidak masuk sekte khawarij hukumnya tidaklah sah. Bahkan menurut sekte ibadiyah berpendapat bahwa orangnya yang tidak sekelompok dengannya meskipun melakukan shalat lima waktu dan ibadah lainnya adalah kafir. Tetapi menikahi mereka dibolehkan.
5.        Ketika tejadi perang antara kelompok khawarij dan umat islam yang bukan khawarij, yang boleh dijadikan ghanimah menurut ibadiyyah hanyalah senjata dan kuda.
6.        Thaharah adalah suci lahir dan batin, konsekuensi logisnya adalah apabila ketika shalat dalam shalat berpikir sesuatu yang kotor dan membuat batin kotor maka shalat itu batal.
            Pemahaman khawarij ini berimplikasi kepada pemahaman fiqh. Beberapa pendapat mereka yang dapat dikemukakan di antaranya dalam masalah thaharah. Sebagaimana disebutkan oleh manna qathan, kaum khawarij salah satu kelompok islam yang paling ekstrem dalam melihat sesuatu, baik itu dalam imam atau kekafiran. Begitupula dalam ibadah, mereka menenkankan kepada sesuatu yang abstrak dan ruhiyah, bukan jasadiyah. Contohnya adalah dalam thaharah, bagi khawarij, bersuci itu tidak hanya sebata menyucikan anggota badan (dalam wudhu misalnya ), tetapi yang terpenting adalah menyucikan hait dan perasaan. Implikasinya, tidak hanya kencing atau buang air besar yang membatalkan wudhu’, tetapi juga ketika seseorang menyimpan dendam, dengki, permusuhan, atau memfitnah sesama manusia, maka wudhunya pun batal.

2.  Pemikiran Hukum Islam Syi’ah
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya syi’ah adalah kelompok umat islam yang berpihak pada ahl al-bait. Menurut keyakinan mereka, yang berhak menjadi pemimpin umat islam sestelah wafat Nabi Muhammad adalah Ali Ibn Abi Thalib. Karena beliau adalah anggota keluarga ( laki-laki ) Nabi yang terdekat, anak paman Nabi.
Dalam perjalanan sejarahnya, Syi’ah terpecah menjadi beberapa sekte. Secara umum sumber hukum dalam pandangan Syi’ah adalah sebagai berikut:
1.             Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam pandangan mereka, Al-Qur’an memiliki 2 makna: makna lahir dan makna batin. Hanya imam yang dapat mengetahui makna bathin Al-Qur’an.
Bagi Syi’ah, Sunnah dapat dibedakan menjadi empat:
a.    Hadis Shahih (tradisi yang otentik)
b.    Hadis Hasan (tradisi yang baik)
c.    Hadis Musak (kuat)
d.   Hadis Dla’if (lemah)
Hanya tiga macam hadis pertama yang diterima oleh kaum ushuli.
2.             Syi’ah hanya menerima hadis dan pendapat dari imam Syi’ah dan ulama Syi’ah. Mereka menolak riwayat dari se;ain imam Syi’ah.
3.             Syi’ah menolak ijmak umum.
Menurut mereka, dengan mengakui ijmak umum berarti mengambil pendapaat selain pendapat imam-imam Syi’ah. Mereka juga menolak al-qiyas sebagai bagian dari al-ra’yu. Karena menurut mereka agama bukan diambil dengan ra’yu.
Berikut ini beberapa pendapat Syi’ah tentang hukum islam, antara lain :
1.      Nikah mut’ah sah dilakukan tanpa saksi dan I’lan. Nikah mut’ah tidak menjadi sebab saling mewarisi antara suami dan istri dan tidak memerlukan talaq, karena pernikahan berakhir ketika waktu yang ditentukan telah berakhir. Waktu ‘iddah bagi perempuan dalah dua kali haid ( bagi perempuan yang masih haid ) atau 45 hari bagi perempuan yang sudah putus haid. Jumlah perempuan yang dapat dinikahi dalam satu waktu tidak terbatas.
2.      Syi’ah berpendpat bahwa laki-laki muslimtidak dihalalkan kawin dengan wanita Yahudi dan Nasrani, sebab QS Al-Maidah ayat 5 itu dimansukh oleh QS Al-Mumtahanah ayat 10.
3.      Syi’ah berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW dapat mewariskan harta kepada ahli warisnya.
4.      Syi’ah berbeda pendapat dengan ulama jumhur dalam lafadz adzan. Bagi ulama Syi’ah, setelah kalimat hayya ‘ala al-falah adalah hayya ‘ala khairi al-‘amal.
5.      Masalah warisan bagi perempuan, perempuan hanya mendapatkan benda bergerak saja, tidak seluruh jenis harta.
6.      Waktu shalat hanya tiga, Dzuhur dan Ashar (dhuluqi syamsi), Maghrib dan Isya (ghosyaqillail) dan subuh (Al-Qur’anal Fajr).
7.      Dalam sujud tidak menggunakan alas tempat sujud yang dibuat tangan. Biasanya mereka memekai tanah atau batu dari Karbala.
                                    
3  Pemikiran Hukum Jumhur

Jumhur yang dimaksud adalah jumhur ulama, yaitu ulama pada umumnya. Berikut ini adalah beberapa pemikiran hukum islam jumhur, antara lain:
a.       Penolakan terhadap keabsahan nikah mut’ah. Bagi jumhur nikah mut’ah haram dilakukan. Dalam hal ini, pendapat jumhur sejalan dengan pendapat Umar ibn Khattab r.a.
b.      Jumhur menggunakan konsep ‘aul dalam pembagian harta pusaka.
c.       Nabi Muhammad SAW tidak dapat mewariskan harta, karena terdapat sebuah hadis yang menyatakan bahwa beliau bersabda:
Kami seluruh para nabi tidak mewariskan (harta); harta yang kutinggalkan adalah shadaqah”
d.      Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah 4 orang ( penafsiran QS An-Nisa ayat 3).









BAB III
KESIMPULAN

Pemahaman khawarij ini berimplikasi kepada pemahaman fiqh. Beberapa pendapat mereka yang dapat dikemukakan di antaranya dalam masalah thaharah. Sebagaimana disebutkan oleh manna qathan, kaum khawarij salah satu kelompok islam yang paling ekstrem dalam melihat sesuatu, baik itu dalam imam atau kekafiran.
Syi’ah adalah kelompok umat islam yang berpihak pada ahl al-bait. Menurut keyakinan mereka, yang berhak menjadi pemimpin umat islam sestelah wafat Nabi Muhammad adalah Ali Ibn Abi Thalib. Karena beliau adalah anggota keluarga ( laki-laki ) Nabi yang terdekat, anak paman Nabi.
Jumhur yang dimaksud adalah jumhur ulama, yaitu ulama pada umumnya. Berikut ini adalah beberapa pemikiran hukum islam jumhur, antara lain:
a.       Penolakan terhadap keabsahan nikah mut’ah. Bagi jumhur nikah mut’ah haram dilakukan. Dalam hal ini, pendapat jumhur sejalan dengan pendapat Umar ibn Khattab r.a.
b.      Jumhur menggunakan konsep ‘aul dalam pembagian harta pusaka.
c.       Nabi Muhammad SAW tidak dapat mewariskan harta, karena terdapat sebuah hadis yang menyatakan bahwa beliau bersabda:
Kami seluruh para nabi tidak mewariskan (harta); harta yang kutinggalkan adalah shadaqah”
d.      Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah 4 orang ( penafsiran QS An-Nisa ayat 3).









DAFTAR PUSTAKA

·         Dr. Yayan Sopyan, M.Ag.2010.Tarikh Tasyri’ Sejarah Dan Pembentukan Hukum Islam.Depok:Gramata Publishing.
·         Mubarok,Jaih. 2000. Sejarah dan Perkembangan Hukun Islam. Bandung:Remaja Rosdakarya.
A. Pengaruh Golongan Politik Terhadap Tasyri’

Sejak masa khulafaur rasyidin berakhir, fase selanjutnya dikenal dengan tabi’in atau sahabat yang pemerintahannya dipimpin oleh Bani Umayah. Pemerintahan Bani Umayah menggunakan sistem monarki yang menggantikan sistem pemerintahan sebelumnya, yang bersifat kekholifahan.
Umat Islam pada saat itu terpecah menjadi tiga kelompok; Khowarij sebagai penentang Ali, Syi’ah sebagai pendukung Ali, dan kelompok mayoritas (jumhur). Munculnya kelompok-kelompok itu berpengaruh besar dalam mewarnai proses perkembangan hukum Islam.
Pada fase ini perkembangan hukum Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit mendorong terbentuknya aliran hukum. Walaupun panasnya suasana politik yang dipengaruhi oleh golongan-golongan pemberontak yakni golongan Khawarij dan Syi’ah mewarnai pada periode ini, akan tetapi fase-fase ini disebut juga masa keemasan Islam yang mana tumbuh banyak perkembangan-perkembangan keilmuan, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya:

1.      Bidang politik
Pada fase ini perkembangan hukum Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit mendorong terbentuknya aliran hukum. Pada bidang ini timbul tiga golongan politik, yaitu: Khawarij, Syiah dan Jumhur Ulama. Masing-masing kelompok tersebut berpegang kepada prinsip mereka sendiri. Khawarij yang tidak setuju atau penentang terhadap Ali, kemudian merencanakan untuk membunuh Ali dan Muawiyah namun yang berhasil dibunuh hanyalah Ali. Dengan terbunuhnya Ali Bin Abi Thalib merupakan peluang besar untuk memperkokoh dinasti Umayyah dan merubah system pemerintahan dari system demokrasi ke system monarki. Dan system inipun diikuti oelh syi’ah, bahkan di syi’ah lebih sacral, yakni dengan memepercayai bahwa imam itu ma’shum (terpelihara dari perbuatan dosa). Namun demikian, Karena pertentangan politik yang begitu tajam dan dengan kemenangan kelompok Umayyah, sejak dinasti ini menduduki menara gading kekuasaan, maka sejak itu pula proses syura yang selama menjadi dasar politik islam mulai dihilangkan dari sejarah.    

2.      Perluasan Wilayah
Sebagimana yang kita ketahui perluasan wilayah Islam sudah berjalan pada periode khalifah (Sahabat) yang kemudian berlanjut pada periode Tabiin mengalami perluasan wilayah yang sangat pesat dengan demikian telah banyak daerah-daerah yang telah ditaklukan oleh Islam, sehubungan dengan itu semangat dari para ulama untuk mengembalikan segala sesuatunya terhadap sumber-sumber hukum Islam, yang seiring banyak terjadi perkembangan kebutuhan hukum untuk terciptanya kemaslahatan bersama. Dengan demikian, orang yang masuk islam meliputi bermacam bangsa dengan berbagai tradisi dan strata social, serta kepentingan yang berbeda-beda.

3.      Perbedaan Penggunaan Ra’yu
Pada periode ini para ulama dalam mengemukakan pemikirannya dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu; aliran Hadits yaitu para ulama yang dominan menggunakan riwayat dan sangat “hati-hati” dalam penggunaan ra’yu. Dan kedua adalah ulama aliran ra’yu yang banyak dalam penggunaan pemikirannya dengan  ra’yu dibandingkan dengan Hadits, dengan demikian adanya perkembangan pemikiran yang dapat mendorong perkembangan hukum Islam.

4.      Fahamnya Ulama Tentang Ilmu Pengetahuan
Selain telah dibukukannya sumber-sumber hukum Islam yaitu Al-Quran dan Al-hadits sebagi pedoman para ulama dalam penetapan hukum, para ulama pun sudah faham betul dengan keadaan yang terjadi serta para ulama-ulama yang dahulu dalam menghadapi kesulitan-kesulitan suatu peristiwa dapat terpecahkan sehingga keputusan-keputasan itu dapat dijadikan yurispudensi pada masa hakim saat ini.

5.      Lahirnya Para Cendikiawan-Cendikiawan Muslim
Dengan lahirnya para cendikiawan-cendikiawan muslim seperti Abi Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi’I dan juga para sahabat-sahabatnya dengan pemikiran-pemikiran yang dimiliki telah berperan dalam pemprosesan suatu hukum yang berkembang dalam masyarakat.


6.     Kembalinya Penetapan Hukum Pada Ahlinya
Berkembangnya keadaan yang terjadi di sekitar membuat banyak permaslahan-permasalahan baru yang terjadi, dengan demikian umat Islam baik itu para pemimpin negara maupun hakim-hakim pengadilan mengembalikan permasalahan-permasalahan terjadi pada para mufti-mufti dan tokoh-tokoh ahli perundang-undangan.
Pada masa Abu Bakar dan Ustman sahabat dilarang keluar dari madinah, agar tidak menyebarkan hadits secara sembarangan dan dapat bermusyawarah bersama dalam menghadapi persoalan-persoalan hukum yang penting.

B. Khawarij, Syi’ah dan Jumhur Pemikirannya Dalam Tasyri’

1. Pemikiran Hukum Islam Khawarij
Manolak hadist-hadist, pendapat-pendapat ulama serta fatwa mereka ini. Mereka hanya menerima setiap hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang mereka anggap cocok dari pendapat-pendapat ulama serta fatwa mereka itu mempunyai fiqih khusus (aliran hukum islam sendiri). Demikian pula golongan syi’ah menolak hadits-hadits yang diriwayatkan  oleh mayoritas sahabat dari Rasul, dan tidak memeprdulikan pendapat-pendapat serta fatwa mereka itu. Masing-masing kelompok dari golongan syi’ah ini hanya mau memegang hadits yang diriwayatkan oleh imam-imam mereka dari keluarga keturunan rasul serta fatwa-fatwa yang timbuk dari mereka. Dengan demikian mereka juga memiliki fiqih khusus(aliran hukum islam sendiri). Dan kitab fiqih mereka yang sudah dicetak sangat banyak tidak terhitung jumlahnya.
Berikut ini beberapa gagasan khawarij tentang hukum islam diantaranya :
1.        Pemimpin umat islam tidak mesti keturunan quraisy setiap orang yang beragama islam berhak menjadi pemimpin. Apakah berasal dari kalangan merdeka atau budak. Berbeda dengan pendapat golongan jumhur yang percaya bahwa kepemimpinan mesti dipegang oleh quraisy.
2.        2. Khawarij tidak menerima dan tidak mau melaksanakan sanksi bagi pelaku zina. Mereka hanya         berpendapat bahwa sanksi bagi pelaku zina adalah seratus kali pukulan, tidak ditambah razam. Sebab sanksi pukulan ditentukan didalam al-qur’an sedangkan rajam ditetapkan dalam sunnah.
3.        Khawarij  (sekte al-maimuniyah) berpendapat bahwa menikahi cucu perempuan adalah boleh (halal/tidak haram), sebab yang diharamkan dalam al-qur’an adalah anak, cucu tidak diharamkan.
4.        Khawarij pada umumnya berpendapat bahwa menikah dengan perempuan yang tidak masuk sekte khawarij hukumnya tidaklah sah. Bahkan menurut sekte ibadiyah berpendapat bahwa orangnya yang tidak sekelompok dengannya meskipun melakukan shalat lima waktu dan ibadah lainnya adalah kafir. Tetapi menikahi mereka dibolehkan.
5.        Ketika tejadi perang antara kelompok khawarij dan umat islam yang bukan khawarij, yang boleh dijadikan ghanimah menurut ibadiyyah hanyalah senjata dan kuda.
6.        Thaharah adalah suci lahir dan batin, konsekuensi logisnya adalah apabila ketika shalat dalam shalat berpikir sesuatu yang kotor dan membuat batin kotor maka shalat itu batal.
            Pemahaman khawarij ini berimplikasi kepada pemahaman fiqh. Beberapa pendapat mereka yang dapat dikemukakan di antaranya dalam masalah thaharah. Sebagaimana disebutkan oleh manna qathan, kaum khawarij salah satu kelompok islam yang paling ekstrem dalam melihat sesuatu, baik itu dalam imam atau kekafiran. Begitupula dalam ibadah, mereka menenkankan kepada sesuatu yang abstrak dan ruhiyah, bukan jasadiyah. Contohnya adalah dalam thaharah, bagi khawarij, bersuci itu tidak hanya sebata menyucikan anggota badan (dalam wudhu misalnya ), tetapi yang terpenting adalah menyucikan hait dan perasaan. Implikasinya, tidak hanya kencing atau buang air besar yang membatalkan wudhu’, tetapi juga ketika seseorang menyimpan dendam, dengki, permusuhan, atau memfitnah sesama manusia, maka wudhunya pun batal.

2.  Pemikiran Hukum Islam Syi’ah
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya syi’ah adalah kelompok umat islam yang berpihak pada ahl al-bait. Menurut keyakinan mereka, yang berhak menjadi pemimpin umat islam sestelah wafat Nabi Muhammad adalah Ali Ibn Abi Thalib. Karena beliau adalah anggota keluarga ( laki-laki ) Nabi yang terdekat, anak paman Nabi.
Dalam perjalanan sejarahnya, Syi’ah terpecah menjadi beberapa sekte. Secara umum sumber hukum dalam pandangan Syi’ah adalah sebagai berikut:
1.             Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam pandangan mereka, Al-Qur’an memiliki 2 makna: makna lahir dan makna batin. Hanya imam yang dapat mengetahui makna bathin Al-Qur’an.
Bagi Syi’ah, Sunnah dapat dibedakan menjadi empat:
a.    Hadis Shahih (tradisi yang otentik)
b.    Hadis Hasan (tradisi yang baik)
c.    Hadis Musak (kuat)
d.   Hadis Dla’if (lemah)
Hanya tiga macam hadis pertama yang diterima oleh kaum ushuli.
2.             Syi’ah hanya menerima hadis dan pendapat dari imam Syi’ah dan ulama Syi’ah. Mereka menolak riwayat dari se;ain imam Syi’ah.
3.             Syi’ah menolak ijmak umum.
Menurut mereka, dengan mengakui ijmak umum berarti mengambil pendapaat selain pendapat imam-imam Syi’ah. Mereka juga menolak al-qiyas sebagai bagian dari al-ra’yu. Karena menurut mereka agama bukan diambil dengan ra’yu.
Berikut ini beberapa pendapat Syi’ah tentang hukum islam, antara lain :
1.      Nikah mut’ah sah dilakukan tanpa saksi dan I’lan. Nikah mut’ah tidak menjadi sebab saling mewarisi antara suami dan istri dan tidak memerlukan talaq, karena pernikahan berakhir ketika waktu yang ditentukan telah berakhir. Waktu ‘iddah bagi perempuan dalah dua kali haid ( bagi perempuan yang masih haid ) atau 45 hari bagi perempuan yang sudah putus haid. Jumlah perempuan yang dapat dinikahi dalam satu waktu tidak terbatas.
2.      Syi’ah berpendpat bahwa laki-laki muslimtidak dihalalkan kawin dengan wanita Yahudi dan Nasrani, sebab QS Al-Maidah ayat 5 itu dimansukh oleh QS Al-Mumtahanah ayat 10.
3.      Syi’ah berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW dapat mewariskan harta kepada ahli warisnya.
4.      Syi’ah berbeda pendapat dengan ulama jumhur dalam lafadz adzan. Bagi ulama Syi’ah, setelah kalimat hayya ‘ala al-falah adalah hayya ‘ala khairi al-‘amal.
5.      Masalah warisan bagi perempuan, perempuan hanya mendapatkan benda bergerak saja, tidak seluruh jenis harta.
6.      Waktu shalat hanya tiga, Dzuhur dan Ashar (dhuluqi syamsi), Maghrib dan Isya (ghosyaqillail) dan subuh (Al-Qur’anal Fajr).
7.      Dalam sujud tidak menggunakan alas tempat sujud yang dibuat tangan. Biasanya mereka memekai tanah atau batu dari Karbala.
                                    
3  Pemikiran Hukum Jumhur

Jumhur yang dimaksud adalah jumhur ulama, yaitu ulama pada umumnya. Berikut ini adalah beberapa pemikiran hukum islam jumhur, antara lain:
a.       Penolakan terhadap keabsahan nikah mut’ah. Bagi jumhur nikah mut’ah haram dilakukan. Dalam hal ini, pendapat jumhur sejalan dengan pendapat Umar ibn Khattab r.a.
b.      Jumhur menggunakan konsep ‘aul dalam pembagian harta pusaka.
c.       Nabi Muhammad SAW tidak dapat mewariskan harta, karena terdapat sebuah hadis yang menyatakan bahwa beliau bersabda:
Kami seluruh para nabi tidak mewariskan (harta); harta yang kutinggalkan adalah shadaqah”
d.      Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah 4 orang ( penafsiran QS An-Nisa ayat 3).









BAB III
KESIMPULAN

Pemahaman khawarij ini berimplikasi kepada pemahaman fiqh. Beberapa pendapat mereka yang dapat dikemukakan di antaranya dalam masalah thaharah. Sebagaimana disebutkan oleh manna qathan, kaum khawarij salah satu kelompok islam yang paling ekstrem dalam melihat sesuatu, baik itu dalam imam atau kekafiran.
Syi’ah adalah kelompok umat islam yang berpihak pada ahl al-bait. Menurut keyakinan mereka, yang berhak menjadi pemimpin umat islam sestelah wafat Nabi Muhammad adalah Ali Ibn Abi Thalib. Karena beliau adalah anggota keluarga ( laki-laki ) Nabi yang terdekat, anak paman Nabi.
Jumhur yang dimaksud adalah jumhur ulama, yaitu ulama pada umumnya. Berikut ini adalah beberapa pemikiran hukum islam jumhur, antara lain:
a.       Penolakan terhadap keabsahan nikah mut’ah. Bagi jumhur nikah mut’ah haram dilakukan. Dalam hal ini, pendapat jumhur sejalan dengan pendapat Umar ibn Khattab r.a.
b.      Jumhur menggunakan konsep ‘aul dalam pembagian harta pusaka.
c.       Nabi Muhammad SAW tidak dapat mewariskan harta, karena terdapat sebuah hadis yang menyatakan bahwa beliau bersabda:
Kami seluruh para nabi tidak mewariskan (harta); harta yang kutinggalkan adalah shadaqah”
d.      Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah 4 orang ( penafsiran QS An-Nisa ayat 3).









DAFTAR PUSTAKA

·         Dr. Yayan Sopyan, M.Ag.2010.Tarikh Tasyri’ Sejarah Dan Pembentukan Hukum Islam.Depok:Gramata Publishing.
·         Mubarok,Jaih. 2000. Sejarah dan Perkembangan Hukun Islam. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar