Cute Rocking Baby Monkey

Minggu, 14 April 2013

SISTEM DAN METODE PENDIDIKAN ISLAM


BAB I

PENDAHULUAN

Dikalangan mayarakat manusia yang berbudaya masyarakat modern, sistem dan metode pendidikan yang digunakan setaraf dengan kebutuhan atau tuntutan aspirasinya. Sistem dan metode tersebut diorientasikan kepada efektivitas dan efesiensi. Pada masyarakat primitive mempergunakan sistem dan cara sederhana sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka. Sistem mereka menitik beratkan pada pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari, tanpa antisipasi orientasi ke masa depan dan tanpa memikirkan efektivitas dan efesiensi.
Sedangkan pada masyarakat yang telah menduduki tingkat hidup post-industrial, seperti masyarakat di beberapa Negara Barat atau di Negara Timur seperti Jepang. Proses pendidikan mereka dilaksanakan dalam sistem organisasi kelembagaan yang dikelola secara efektif dan efesien kearah tujuan yang ditetapkan. Orientasinya diarahkan kepada pengembangan ilmu dan teknologi canggih.
Islam sebagai agama wahyu, menuntut umat manusia yang berakal sehat walafiat untuk berusaha keras mendapatkan kesehteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat sesuai dengan petunjuk wahyu Tuhan. Agama islam yang ajarannya berorientasi kepada kesejahteraan duniawi-ukhrawi sebagai kesinambungan tujuan hidup manusia, meletakkan iman dan takwa kepada Allah SWT sebagai landasan kehidupan umat manusia.
Salah satu sarana yang efektif untuk membina dan mengembangkan manusia dalam masyarakat adalah pendidikan yang teratur, berdaya guna dan berhasil guna. Pendidikan islam di negeri kita perlu diorganisasikan atau dikelola secara rapi, efektif, dan efesien melalui sistem dan metode yang tepat.
Manusia yang memiliki ciri-ciri watak dan kemampuan sebagai berikut:
1)    Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME.
2)    Berbudi pekerti luhur.
3)    Berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, dan tangguh.
4)    Bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil.
5)    Sehat jasmani dan rohani.
6)    Memiliki rasa cinta tanah air yang mendalam.
7)    Memiliki rasa dan semangat kebangsaan serta kesetiakawanan sosial.
8)    Memiliki rasa percaya diri sendiri.
9)    Memiliki sikap dan perilaku inovatif dan kreatif.
10) Memiliki kemampuan untuk membangun dirinya sendiri dan bersama-sama bertanggung   jawab membangun masyarakat dan bangsa.
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dan berlangsung sepanjang hayat, dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Pendidikan dalam proses mencapai tujuannya perlu dikelola dalam suatu sistem terpadu dan serasi, baik antar sector pendidikan dan sector pembangunan lainnya; antar daerah dan antar berbagai jenjang dan jenisnya





















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sistem dan Metode Pendidikan Islam Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Umat Islam Indonesia
Pendidikan bagi umat manusia merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup dalam segala bidang. Dalam sejarah hidup umat manusia di muka bumi ini, hamper tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai pembudayaan dan peningkatan kualitasnya. Sekalipun dalam kelompok masyarakat primitif.
Hanya sistem dan metodenya yang berbeda-beda sesuai taraf hidup dan budaya masyarakt masing-masing. Di kalangna masyarakat menusia yang berbudaya modern, sistem dan metode pendidikan yang dipergunakan setaraf dengan kebutuhan atau tuntutan aspirasinya. Pada masyarakat primitif mempergunakan sistem dan cara yang sederhana sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka. Sistem mereka menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari, tanpa antisipasi orientasi ke masa depan dan tanpa memikirkan efektifitas dan efisiensi.
Sedangkan pada masyarakat yang telah menduduki tingkat hidup post industrial, seperti masyarakat di beberapa Negara Barat (Amerika Serikat, Inggris, Jerman Barat, Prancis, dan sebagainya). Proses pendidikan mereka dilaksanakan dalam sistem organisasi kelembagaan yang dikelola secara efektif dan efisien kea rah tujuan yang ditetapkan. Orientasinya di arahkan kepada pengembangan ilmu dan teknologi canggih.
Islam sebagai agama wahyu, menuntut umat manusia yang berakal sehat walafiat untuk berusaha keras mendapatkan kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat sesuai dengan petunjuk wahyu Tuhan.
Agama islam yang ajarannya berorientasi kepada kesejahteraan duniawi-ukhrawi sebagai kesinambungan tujuan hidup manusia, meletakkan iman dan takwa kepada Allah SWT sebagai landasan kehidupan umat manusia. Sayyid Sabiq dalam karya tulisnya ‘Annashir al Quwwah fi al Islam menegaskan kembali tentang perjuangan manusia muslim untuk berusaha keras merubah pandangan, jiwa, mental lama yang statis, secara menyeluruh, dari dalam pribadi dan masyarakat.
Makna firman Allah dalam kitab suci Alqur’an yang dinamis terdapat dalam term yang menyatakan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu bangsa (umat) sehingga mereka berusaha keras mengubah nasibnya sendiri.
                                                    

اِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْ (الرعد11: )
Artinya:
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali mereka merubahnya sendiri”
Allah juga memerintahkan untuk berusaha keras mencari kebahagiaan hidup di akhirat, namun tidak melupakan nasib hidupnya di dunia.
يَا اَيُّهَا اَّلذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ اِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِّمَا تَعْمَلُوْنَ (الحشر :      )

Idealitas seperti tercermin dalam kedua ayat Alqur’an tersebut memberi wawasan yang luas kepada umat manusia, bahwa kesejahteraan dan kebahagiaan itu hanya terwujud jika manusia memiliki dimensi kehidupan yang sesuai fitrah.
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dan berlangsung sepanjang hayat, dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan merupakan tanggung  jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Pendidikan yang dilaksanakan baik di sekolah maupun di luar sekolah perlu disesuaikan dengan perkembangan tuntutan pembangunan yang memerlukan berbagai jenis keterampilan dan keahlian di segala bidang. Keahlian itu ditingkatkan mutunya sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi, seperti di sekolah-sekolah kejuruan dan politeknik.

B.       Sistem dan Metode Pendidikan Islam yang Seharusnya
Sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang masing-masing bekerja sendiri dalam fungsinya yang berkaitan dengan fungsi dari komponen lainnya yang secara terpadu bergerak menuju ke arah satu tujuan yang telah ditetapkan. Pengertian sistem bisa diberikan terhadap suatu perangkat atau mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian yang satu dan lainnya saling berhubungan dan memperkuat. Jadi, sistem adalah suatu sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Pengertian lainnya yang umum difahami di kalangan awam adalah bahwa sistem itu merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu yang dalam penggunaannya bergantung pada berbagai faktor yang erat hubungannya dengan usaha pencapaian tujuan tersebut. Sistem dalam pengertian ini lebih berdekatan dengan pengertian metode. Metode berasal dari kata “meta” berarti melalui dan “hodos” berarti jalan. Jadi, metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai satu tujuan.
 Faktor atau unsur yang disistematisasikan adalah proses kegiatan kependidikan dalam upaya mencapai tujuannya. Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui proses kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Dengan demikian, sistem pendidikan khususnya islam secara makro merupakan usaha pengorganisasian proses kegiatan kependidikan yang berdasarkan ajaran islam.
Dengan demikian, orientasi program pendidikan adalah kehidupan masa datang sesuai dengan anjuran Nabi Muhammad saw.:
عَلِّمُوْا اَوْلَادَكُمْ غَيْرَ مَا عُلِّمْتُمْ فَاِنَّهُمْ خَلِقُوْا الزَمَنِ غَيْرَ زَمَانِكُمْ
“ Didiklah (ajarkanlah) anak-anak kalian tentang hal-hal yang berlainan dengan hal-hal yang kalian ajar, karena mereka dilahirkan atau diciptakan bagi generasi zaman yang bukan generasi zaman kalian”.
Antara materi, metode, dan tujuan pendidikan harus saling berkaitan dan mengembangkan  sehingga benar-benar efektif (tepat guna) dan efesien (berhasil guna). Sehingga konsisten dan relevan dengan tujuan akhir pendidikan islam yang hendak dicapai. Metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup umat islam khususnya di Indonesia, adalah metode-metode yang digali dari sumber-sumber pokok ajaran islam sendiri serta metode-metode yang baru muncul akhir-akhir ini di dalam dunia pendidikan yang tidak menghilangkan faktor keimanan dan nilai moralitas islami.
Masa depan manusia adalah masa depan kehidupan Tekno, Bio dan Sosio, dimana umat manusia berada dalam tahap kehidupan yang banyak diberi kemudahan-kemudahan iptek yang canggih, disamping itu kehidupan masa depan juga terkena dampak-dampak negative dari kemajuan iptek yang pada dasarnya lebih mengandalkan rasio (akal dan kecerdasan otak) daripada nilai-nilai moral dan spiritual.
Pendidikan secara metodologis merupakan serangkaian proses berdasarkan kaidah-kaidah teknologis yang pertama-tama dideteksi inputnya lebih dahulu,; apakah sesuai dengan produk yang hendak dicapai, kemudian disiapkan seperangkat instrument untuk memproses input tersebut, seefektif mungkin, dan terakhir adalah produk kependidikan yang diharapkan bermutu sesuai yang direncanakan.
Pendidikan islam harus dilaksanakan oleh para pendidik yang professional karena memang sejalan dengan sabda Rasulullah s.a.w. sebagai berikut:


اِذَا وُسِدَ اْلاَمْرَ اِلَى غَيْرِ اَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
“Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah akan saat kehancurannya” (na’udzu billahi min dzalik).
            Arah perkembangan yang semakin maju dalam pendidikan Islam harus dipandang sebagai tantangan yang penuh perjuangan. Karena itu, perlu perencanaan kegiatan pendidikan yang strategis. Strategi tersebut diwujudkan dalam program pendidikan, mengintegrasikan pendidikan agama dengan ilmu pengetahuan umum, atau memberi nafas keimanan dan ketakwaan kepada Allah pada setiap bidang studi pendidikan umumdi semua jenjang sekolah atau madrasah.
 Khusus mengenai metode pendidikan islam, sasaran prosesnya tidak hanya terbatas pada masalah internalisasi dan transformasi nilai-nilai agama atau tidak saja mengajarkan agama tetapi juga ilmu dan teknologi. Metode pendidikan islam adalah jalan yang harus dilalui dimana faktor iman dan kemampuan bertakwa dalam perilaku pribadi dan sosial, dijadikan pusat program kurikuler baik di lembaga pendidikan umum maupun keagamaan.
Tidak ada sebuah metode apapun yang dianggap paling efektif tanpa dikaitkan dengan kemampuan pendidikan dalam penerapannya. Karena itu, pendidikan profesional keguruan yang menjadikan produknya memiliki kompetensi sebagai guru yang profesional, menjadi lebih penting lagi.
Pendidikan secara metodologis merupakan serangakaian proses berdasarkan kaidah- kaidah teknologi, kemudian di siapkan seperangkat instrument untuk memproses metode tersebut seefektif mungkin. Jadi, jelas bahwa suatu jenis metode yang  efektif dan efisien direncanakan kaum teknolog didasarkan atas pola dan mekanisme mesin-mesin.
Pada era kehidupan saat ini masyarakat banyak menyerahkan pendidikan anak-anaknya kepada sekolah, padahal saat ini banyak terjadi krisis kependidikan yang dikaitkan dengan faktor moralitas dan keterampilan yang kurang siap pakai dalam dunia kerja. Umat manusia perlu berani melakukan terobosan-terobosan baru dalam menerapkan sistem dan metode yang mampu mengintegrasikan antara iman dan ilmu serta teknologi modern. Inilah yang menjadi problema pokok dalam strategi pendidikan islam masa kini dan akan datang.
Krisis pendidikan itu pada hakikatnya bersumber dari krisis nilai-nilai dalam masyarakat yang  belum menemukan metode efektif. Nilai-nilai yang  sangat rawan terhadap dampak iptek tersebut adalah nilai-nilai cultural yang  sifat dasarnya relative, berubah-ubah sesuai kecendrungan masyarakat.











BAB III
PENUTUP

Sistem pendidikan khususnya islam secara makro merupakan usaha pengorganisasian proses kegiatan kependidikan yang berdasarkan ajaran islam. Sedangkan metode berasal dari kata “meta” berarti melalui dan “hodos” berarti jalan. Jadi, metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai satu tujuan.
 Strategi pengelolaan sistem pendidikan islam seharusnya bertumpu pada antisipasi terhadap timbulnya fenomena kehidupan yang condong ke arah mengutamakan sikap dan perilaku yang pragmatisme, sekularisme, materialisme serta individualisme-egoisme.
Metode pendidikan islam, sasaran prosesnya tidak hanya terbatas pada masalah internalisasi dan transformasi nilai-nilai agama atau tidak saja mengajarkan agama tetapi juga ilmu dan teknologi. Metode pendidikan islam adalah jalan yang harus dilalui dimana faktor iman dan kemampuan bertakwa dalam perilaku pribadi dan sosial, dijadikan pusat program kurikuler baik di lembaga pendidikan umum maupun keagamaan.














DAFTAR PUSTAKA

·         Drs.H.Djamaluddin dan Drs Abdullah Aly,kapita selekta pendidikan islam,Pustaka Setia,Bandung:1999
·         Prof.H.Muzayyin Arifin,M.Ed,kapita selekta pendidikan islam,PT Bumi Aksara,Jakarta:2007







PERIODESASI SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

PENGERTIAN SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
Pengertian sejarah secara etimologi yaitu dari bahasa arab “syajara” yang berarti “terjadi”,
atau “syajarah” berarti “pohon” atau “syajarah al nasab”
yang berarti pohon silsilah. Dari bahasa latin dan Yunani sejarah beasal dari kata historia, yang berarti orang pandai.

Menurut Zuhairini kata sejarah dari bahasa Arab disebut tarikh, secara etimologi berarti ketentuan masa dan perhitungan tahun.

Yang dimaksud ilmu tarikh adalah suatu pengetahuan yang gunanya untuk mengetahui keadaan-keadaan atau kejadian-kejadian yang telah lampau maupun yang sedang terjadi dikalangan umat.
Variabel sejarah ada 3 yaitu peristiwa atau fakta, tersimpan, terjadi dimasa lampau dan adanya efek dimasa sekarang.
Definisi sejarah pendidikan islam adalah kata pendidikan. Pendidikan dalam arti luas adalah bimbingan yang dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri, seseorang terhadap orang lain atau oleh lingkungan terhadap seseorang. Pendidikan dalam arti sempit adalah bimbingan yang dilakukan seseorang yang kemudian disebut pendidik, terhadap orang lain yang kemudian disebut peseta didik.
Sejarah pendidikan islam adalah proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia dibawah sinar bimbingan ajaran islam, yaitu yang bersumber dan berpedomankan ajaran islam.
OBJEK DAN METODE MEMPELAJARI SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
1. Objek Sejarah Pendidikan Islam
Objek sejarah pendidkan islam adalah fakta tentang tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode pendidikan, pendidik, peserta didik, media pendidikan, evaluasi, lembaga pendidikan dan lingkungan pendidikan sejak proses pendidikan yang diselengggarakan  oleh nabi Muhammad Saw.
2. Metode Mempelajari Sejarah Pendidikan Islam
Metode mempelajari sejarah pendidikan islam ada 2 yaitu metode deskriptif, komparatif, analisis sintesis.
Metode deskriptif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata yang ditujukan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu dan hanya mengukur apa adanya.
Tujuan metode deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta , sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
 Metode komparatif untuk mengidentifikasi atau membedakan fakta yang satu dengan fakta yang lain, berusaha mengidentifikasi hubungan sebab akibat, dan membedakannya antara fakta yang satu dengan fakta yang lain dan kemudian berusaha mengobservasi pengaruh atau akibatnya terhadap atau beberapa fakta selanjutnya.
Metode analisis berarti cara untuk mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen-elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa, atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada tidaknya kontradiksi.
KEGUNAAN SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
Sejarah pendidikan islam memiliki kegunaan sebagai faktor keteladanan. Dengan mempelajari sejarah pendidikan islam , umat islam dapat meneladani proses pendidikan semenjak zaman kerasulan Muhammad Saw, zaman Khulafaur Rasyidin, zaman ulama-ulama besar dan para pemuka pendidikan islam.
Kegunaan studi sejarah pendidikan islam itu adlah untuk :
1. Mengetahui dan memahami pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam sejak zaman lahirnya sampai masa sekarang
2. Mengambil manfaat dari proses pendidikan islam, guna memecahkan prblematika pendidikan islam pada masa kini
3. Memilki sikap positif terhadap perubahan-perubahan dan pembaharuan-pemabaharuan sistem pendidikan islam
PERIODISASI SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
Periodisasi pendidikan islam dibagi menjadi 5 periode, yaitu:
1. Periode pembinaan pendidikan islam, yang berlangsung pada zaman nabi Muhammad Saw
2. Periode pertumbuhan pendidikan islam, yang berlangsung sejak nabi Muhammad Saw wafat sampai akhir bani Umayyah, yang diwarnai dengan berkembangnya ilmu-ilmu haliyah
3. Periode kejayaan pendidikan islam, yang berlangsung sejak permulaan daulah Abbasiyah sampai dengan jatuhnya Baghdad, yang diwarnai oleh berkembangnya ilmu aqliyah dan timbulnya madrasah, serta memuncaknya perkembangan kebudayaan islam.
4. Periode kemunduran pendidikan islam, yaitu sejak jatuhnya Baghdad sampai jatuhnya Mesir ketangan Napoleon, yang ditandai dengan runtuhnya sendi kebudayaan islam dan berpindah pusat pengembangan kebudayaan ke dunia barat
5. Periode pembaharuan pendidikan islam, yang berlangsung sejak penduduk Mesir oleh Napoleon sampai masa kini, yang ditandai dengan gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan islam.
Apabila periodisasi sejarah pendidikan islam di Indonesia didasarkan pada periodisasi sejarah islam di Indonesia, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Pendidikan islam di Indonesia pada awalnya masuknya islam ke Indonesia
2. Pendidikan islam di Indonesia pada masa pengembangan islam di Indonesia
3. Pendidikan islam di Indonesia pada masa berdirinya kerajaan-kerajaan islam
4. Pendidikan islam di Indonesia pada masa penjajahan Portugis, Belanda dan Jepang
5. Pendidikan islam di Indonesia pada masa kemerdekaan
6. Pendidikan islam di Indonesia pada masa pengembangan
7. Pendidikan islam di Indonesia pada masa reformasi

Selasa, 09 April 2013

Pengaruh Golongan Politik Terhadap Tasyri’ Khawarij, Syi’ah, Dan Jumhur Pemikirannya Dalam Tasyri’


A. Pengaruh Golongan Politik Terhadap Tasyri’

Sejak masa khulafaur rasyidin berakhir, fase selanjutnya dikenal dengan tabi’in atau sahabat yang pemerintahannya dipimpin oleh Bani Umayah. Pemerintahan Bani Umayah menggunakan sistem monarki yang menggantikan sistem pemerintahan sebelumnya, yang bersifat kekholifahan.
Umat Islam pada saat itu terpecah menjadi tiga kelompok; Khowarij sebagai penentang Ali, Syi’ah sebagai pendukung Ali, dan kelompok mayoritas (jumhur). Munculnya kelompok-kelompok itu berpengaruh besar dalam mewarnai proses perkembangan hukum Islam.
Pada fase ini perkembangan hukum Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit mendorong terbentuknya aliran hukum. Walaupun panasnya suasana politik yang dipengaruhi oleh golongan-golongan pemberontak yakni golongan Khawarij dan Syi’ah mewarnai pada periode ini, akan tetapi fase-fase ini disebut juga masa keemasan Islam yang mana tumbuh banyak perkembangan-perkembangan keilmuan, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya:

1.      Bidang politik
Pada fase ini perkembangan hukum Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit mendorong terbentuknya aliran hukum. Pada bidang ini timbul tiga golongan politik, yaitu: Khawarij, Syiah dan Jumhur Ulama. Masing-masing kelompok tersebut berpegang kepada prinsip mereka sendiri. Khawarij yang tidak setuju atau penentang terhadap Ali, kemudian merencanakan untuk membunuh Ali dan Muawiyah namun yang berhasil dibunuh hanyalah Ali. Dengan terbunuhnya Ali Bin Abi Thalib merupakan peluang besar untuk memperkokoh dinasti Umayyah dan merubah system pemerintahan dari system demokrasi ke system monarki. Dan system inipun diikuti oelh syi’ah, bahkan di syi’ah lebih sacral, yakni dengan memepercayai bahwa imam itu ma’shum (terpelihara dari perbuatan dosa). Namun demikian, Karena pertentangan politik yang begitu tajam dan dengan kemenangan kelompok Umayyah, sejak dinasti ini menduduki menara gading kekuasaan, maka sejak itu pula proses syura yang selama menjadi dasar politik islam mulai dihilangkan dari sejarah.    

2.      Perluasan Wilayah
Sebagimana yang kita ketahui perluasan wilayah Islam sudah berjalan pada periode khalifah (Sahabat) yang kemudian berlanjut pada periode Tabiin mengalami perluasan wilayah yang sangat pesat dengan demikian telah banyak daerah-daerah yang telah ditaklukan oleh Islam, sehubungan dengan itu semangat dari para ulama untuk mengembalikan segala sesuatunya terhadap sumber-sumber hukum Islam, yang seiring banyak terjadi perkembangan kebutuhan hukum untuk terciptanya kemaslahatan bersama. Dengan demikian, orang yang masuk islam meliputi bermacam bangsa dengan berbagai tradisi dan strata social, serta kepentingan yang berbeda-beda.

3.      Perbedaan Penggunaan Ra’yu
Pada periode ini para ulama dalam mengemukakan pemikirannya dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu; aliran Hadits yaitu para ulama yang dominan menggunakan riwayat dan sangat “hati-hati” dalam penggunaan ra’yu. Dan kedua adalah ulama aliran ra’yu yang banyak dalam penggunaan pemikirannya dengan  ra’yu dibandingkan dengan Hadits, dengan demikian adanya perkembangan pemikiran yang dapat mendorong perkembangan hukum Islam.

4.      Fahamnya Ulama Tentang Ilmu Pengetahuan
Selain telah dibukukannya sumber-sumber hukum Islam yaitu Al-Quran dan Al-hadits sebagi pedoman para ulama dalam penetapan hukum, para ulama pun sudah faham betul dengan keadaan yang terjadi serta para ulama-ulama yang dahulu dalam menghadapi kesulitan-kesulitan suatu peristiwa dapat terpecahkan sehingga keputusan-keputasan itu dapat dijadikan yurispudensi pada masa hakim saat ini.

5.      Lahirnya Para Cendikiawan-Cendikiawan Muslim
Dengan lahirnya para cendikiawan-cendikiawan muslim seperti Abi Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi’I dan juga para sahabat-sahabatnya dengan pemikiran-pemikiran yang dimiliki telah berperan dalam pemprosesan suatu hukum yang berkembang dalam masyarakat.


6.     Kembalinya Penetapan Hukum Pada Ahlinya
Berkembangnya keadaan yang terjadi di sekitar membuat banyak permaslahan-permasalahan baru yang terjadi, dengan demikian umat Islam baik itu para pemimpin negara maupun hakim-hakim pengadilan mengembalikan permasalahan-permasalahan terjadi pada para mufti-mufti dan tokoh-tokoh ahli perundang-undangan.
Pada masa Abu Bakar dan Ustman sahabat dilarang keluar dari madinah, agar tidak menyebarkan hadits secara sembarangan dan dapat bermusyawarah bersama dalam menghadapi persoalan-persoalan hukum yang penting.

B. Khawarij, Syi’ah dan Jumhur Pemikirannya Dalam Tasyri’

1. Pemikiran Hukum Islam Khawarij
Manolak hadist-hadist, pendapat-pendapat ulama serta fatwa mereka ini. Mereka hanya menerima setiap hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang mereka anggap cocok dari pendapat-pendapat ulama serta fatwa mereka itu mempunyai fiqih khusus (aliran hukum islam sendiri). Demikian pula golongan syi’ah menolak hadits-hadits yang diriwayatkan  oleh mayoritas sahabat dari Rasul, dan tidak memeprdulikan pendapat-pendapat serta fatwa mereka itu. Masing-masing kelompok dari golongan syi’ah ini hanya mau memegang hadits yang diriwayatkan oleh imam-imam mereka dari keluarga keturunan rasul serta fatwa-fatwa yang timbuk dari mereka. Dengan demikian mereka juga memiliki fiqih khusus(aliran hukum islam sendiri). Dan kitab fiqih mereka yang sudah dicetak sangat banyak tidak terhitung jumlahnya.
Berikut ini beberapa gagasan khawarij tentang hukum islam diantaranya :
1.        Pemimpin umat islam tidak mesti keturunan quraisy setiap orang yang beragama islam berhak menjadi pemimpin. Apakah berasal dari kalangan merdeka atau budak. Berbeda dengan pendapat golongan jumhur yang percaya bahwa kepemimpinan mesti dipegang oleh quraisy.
2.        2. Khawarij tidak menerima dan tidak mau melaksanakan sanksi bagi pelaku zina. Mereka hanya         berpendapat bahwa sanksi bagi pelaku zina adalah seratus kali pukulan, tidak ditambah razam. Sebab sanksi pukulan ditentukan didalam al-qur’an sedangkan rajam ditetapkan dalam sunnah.
3.        Khawarij  (sekte al-maimuniyah) berpendapat bahwa menikahi cucu perempuan adalah boleh (halal/tidak haram), sebab yang diharamkan dalam al-qur’an adalah anak, cucu tidak diharamkan.
4.        Khawarij pada umumnya berpendapat bahwa menikah dengan perempuan yang tidak masuk sekte khawarij hukumnya tidaklah sah. Bahkan menurut sekte ibadiyah berpendapat bahwa orangnya yang tidak sekelompok dengannya meskipun melakukan shalat lima waktu dan ibadah lainnya adalah kafir. Tetapi menikahi mereka dibolehkan.
5.        Ketika tejadi perang antara kelompok khawarij dan umat islam yang bukan khawarij, yang boleh dijadikan ghanimah menurut ibadiyyah hanyalah senjata dan kuda.
6.        Thaharah adalah suci lahir dan batin, konsekuensi logisnya adalah apabila ketika shalat dalam shalat berpikir sesuatu yang kotor dan membuat batin kotor maka shalat itu batal.
            Pemahaman khawarij ini berimplikasi kepada pemahaman fiqh. Beberapa pendapat mereka yang dapat dikemukakan di antaranya dalam masalah thaharah. Sebagaimana disebutkan oleh manna qathan, kaum khawarij salah satu kelompok islam yang paling ekstrem dalam melihat sesuatu, baik itu dalam imam atau kekafiran. Begitupula dalam ibadah, mereka menenkankan kepada sesuatu yang abstrak dan ruhiyah, bukan jasadiyah. Contohnya adalah dalam thaharah, bagi khawarij, bersuci itu tidak hanya sebata menyucikan anggota badan (dalam wudhu misalnya ), tetapi yang terpenting adalah menyucikan hait dan perasaan. Implikasinya, tidak hanya kencing atau buang air besar yang membatalkan wudhu’, tetapi juga ketika seseorang menyimpan dendam, dengki, permusuhan, atau memfitnah sesama manusia, maka wudhunya pun batal.

2.  Pemikiran Hukum Islam Syi’ah
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya syi’ah adalah kelompok umat islam yang berpihak pada ahl al-bait. Menurut keyakinan mereka, yang berhak menjadi pemimpin umat islam sestelah wafat Nabi Muhammad adalah Ali Ibn Abi Thalib. Karena beliau adalah anggota keluarga ( laki-laki ) Nabi yang terdekat, anak paman Nabi.
Dalam perjalanan sejarahnya, Syi’ah terpecah menjadi beberapa sekte. Secara umum sumber hukum dalam pandangan Syi’ah adalah sebagai berikut:
1.             Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam pandangan mereka, Al-Qur’an memiliki 2 makna: makna lahir dan makna batin. Hanya imam yang dapat mengetahui makna bathin Al-Qur’an.
Bagi Syi’ah, Sunnah dapat dibedakan menjadi empat:
a.    Hadis Shahih (tradisi yang otentik)
b.    Hadis Hasan (tradisi yang baik)
c.    Hadis Musak (kuat)
d.   Hadis Dla’if (lemah)
Hanya tiga macam hadis pertama yang diterima oleh kaum ushuli.
2.             Syi’ah hanya menerima hadis dan pendapat dari imam Syi’ah dan ulama Syi’ah. Mereka menolak riwayat dari se;ain imam Syi’ah.
3.             Syi’ah menolak ijmak umum.
Menurut mereka, dengan mengakui ijmak umum berarti mengambil pendapaat selain pendapat imam-imam Syi’ah. Mereka juga menolak al-qiyas sebagai bagian dari al-ra’yu. Karena menurut mereka agama bukan diambil dengan ra’yu.
Berikut ini beberapa pendapat Syi’ah tentang hukum islam, antara lain :
1.      Nikah mut’ah sah dilakukan tanpa saksi dan I’lan. Nikah mut’ah tidak menjadi sebab saling mewarisi antara suami dan istri dan tidak memerlukan talaq, karena pernikahan berakhir ketika waktu yang ditentukan telah berakhir. Waktu ‘iddah bagi perempuan dalah dua kali haid ( bagi perempuan yang masih haid ) atau 45 hari bagi perempuan yang sudah putus haid. Jumlah perempuan yang dapat dinikahi dalam satu waktu tidak terbatas.
2.      Syi’ah berpendpat bahwa laki-laki muslimtidak dihalalkan kawin dengan wanita Yahudi dan Nasrani, sebab QS Al-Maidah ayat 5 itu dimansukh oleh QS Al-Mumtahanah ayat 10.
3.      Syi’ah berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW dapat mewariskan harta kepada ahli warisnya.
4.      Syi’ah berbeda pendapat dengan ulama jumhur dalam lafadz adzan. Bagi ulama Syi’ah, setelah kalimat hayya ‘ala al-falah adalah hayya ‘ala khairi al-‘amal.
5.      Masalah warisan bagi perempuan, perempuan hanya mendapatkan benda bergerak saja, tidak seluruh jenis harta.
6.      Waktu shalat hanya tiga, Dzuhur dan Ashar (dhuluqi syamsi), Maghrib dan Isya (ghosyaqillail) dan subuh (Al-Qur’anal Fajr).
7.      Dalam sujud tidak menggunakan alas tempat sujud yang dibuat tangan. Biasanya mereka memekai tanah atau batu dari Karbala.
                                    
3  Pemikiran Hukum Jumhur

Jumhur yang dimaksud adalah jumhur ulama, yaitu ulama pada umumnya. Berikut ini adalah beberapa pemikiran hukum islam jumhur, antara lain:
a.       Penolakan terhadap keabsahan nikah mut’ah. Bagi jumhur nikah mut’ah haram dilakukan. Dalam hal ini, pendapat jumhur sejalan dengan pendapat Umar ibn Khattab r.a.
b.      Jumhur menggunakan konsep ‘aul dalam pembagian harta pusaka.
c.       Nabi Muhammad SAW tidak dapat mewariskan harta, karena terdapat sebuah hadis yang menyatakan bahwa beliau bersabda:
Kami seluruh para nabi tidak mewariskan (harta); harta yang kutinggalkan adalah shadaqah”
d.      Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah 4 orang ( penafsiran QS An-Nisa ayat 3).









BAB III
KESIMPULAN

Pemahaman khawarij ini berimplikasi kepada pemahaman fiqh. Beberapa pendapat mereka yang dapat dikemukakan di antaranya dalam masalah thaharah. Sebagaimana disebutkan oleh manna qathan, kaum khawarij salah satu kelompok islam yang paling ekstrem dalam melihat sesuatu, baik itu dalam imam atau kekafiran.
Syi’ah adalah kelompok umat islam yang berpihak pada ahl al-bait. Menurut keyakinan mereka, yang berhak menjadi pemimpin umat islam sestelah wafat Nabi Muhammad adalah Ali Ibn Abi Thalib. Karena beliau adalah anggota keluarga ( laki-laki ) Nabi yang terdekat, anak paman Nabi.
Jumhur yang dimaksud adalah jumhur ulama, yaitu ulama pada umumnya. Berikut ini adalah beberapa pemikiran hukum islam jumhur, antara lain:
a.       Penolakan terhadap keabsahan nikah mut’ah. Bagi jumhur nikah mut’ah haram dilakukan. Dalam hal ini, pendapat jumhur sejalan dengan pendapat Umar ibn Khattab r.a.
b.      Jumhur menggunakan konsep ‘aul dalam pembagian harta pusaka.
c.       Nabi Muhammad SAW tidak dapat mewariskan harta, karena terdapat sebuah hadis yang menyatakan bahwa beliau bersabda:
Kami seluruh para nabi tidak mewariskan (harta); harta yang kutinggalkan adalah shadaqah”
d.      Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah 4 orang ( penafsiran QS An-Nisa ayat 3).









DAFTAR PUSTAKA

·         Dr. Yayan Sopyan, M.Ag.2010.Tarikh Tasyri’ Sejarah Dan Pembentukan Hukum Islam.Depok:Gramata Publishing.
·         Mubarok,Jaih. 2000. Sejarah dan Perkembangan Hukun Islam. Bandung:Remaja Rosdakarya.
A. Pengaruh Golongan Politik Terhadap Tasyri’

Sejak masa khulafaur rasyidin berakhir, fase selanjutnya dikenal dengan tabi’in atau sahabat yang pemerintahannya dipimpin oleh Bani Umayah. Pemerintahan Bani Umayah menggunakan sistem monarki yang menggantikan sistem pemerintahan sebelumnya, yang bersifat kekholifahan.
Umat Islam pada saat itu terpecah menjadi tiga kelompok; Khowarij sebagai penentang Ali, Syi’ah sebagai pendukung Ali, dan kelompok mayoritas (jumhur). Munculnya kelompok-kelompok itu berpengaruh besar dalam mewarnai proses perkembangan hukum Islam.
Pada fase ini perkembangan hukum Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit mendorong terbentuknya aliran hukum. Walaupun panasnya suasana politik yang dipengaruhi oleh golongan-golongan pemberontak yakni golongan Khawarij dan Syi’ah mewarnai pada periode ini, akan tetapi fase-fase ini disebut juga masa keemasan Islam yang mana tumbuh banyak perkembangan-perkembangan keilmuan, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya:

1.      Bidang politik
Pada fase ini perkembangan hukum Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit mendorong terbentuknya aliran hukum. Pada bidang ini timbul tiga golongan politik, yaitu: Khawarij, Syiah dan Jumhur Ulama. Masing-masing kelompok tersebut berpegang kepada prinsip mereka sendiri. Khawarij yang tidak setuju atau penentang terhadap Ali, kemudian merencanakan untuk membunuh Ali dan Muawiyah namun yang berhasil dibunuh hanyalah Ali. Dengan terbunuhnya Ali Bin Abi Thalib merupakan peluang besar untuk memperkokoh dinasti Umayyah dan merubah system pemerintahan dari system demokrasi ke system monarki. Dan system inipun diikuti oelh syi’ah, bahkan di syi’ah lebih sacral, yakni dengan memepercayai bahwa imam itu ma’shum (terpelihara dari perbuatan dosa). Namun demikian, Karena pertentangan politik yang begitu tajam dan dengan kemenangan kelompok Umayyah, sejak dinasti ini menduduki menara gading kekuasaan, maka sejak itu pula proses syura yang selama menjadi dasar politik islam mulai dihilangkan dari sejarah.    

2.      Perluasan Wilayah
Sebagimana yang kita ketahui perluasan wilayah Islam sudah berjalan pada periode khalifah (Sahabat) yang kemudian berlanjut pada periode Tabiin mengalami perluasan wilayah yang sangat pesat dengan demikian telah banyak daerah-daerah yang telah ditaklukan oleh Islam, sehubungan dengan itu semangat dari para ulama untuk mengembalikan segala sesuatunya terhadap sumber-sumber hukum Islam, yang seiring banyak terjadi perkembangan kebutuhan hukum untuk terciptanya kemaslahatan bersama. Dengan demikian, orang yang masuk islam meliputi bermacam bangsa dengan berbagai tradisi dan strata social, serta kepentingan yang berbeda-beda.

3.      Perbedaan Penggunaan Ra’yu
Pada periode ini para ulama dalam mengemukakan pemikirannya dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu; aliran Hadits yaitu para ulama yang dominan menggunakan riwayat dan sangat “hati-hati” dalam penggunaan ra’yu. Dan kedua adalah ulama aliran ra’yu yang banyak dalam penggunaan pemikirannya dengan  ra’yu dibandingkan dengan Hadits, dengan demikian adanya perkembangan pemikiran yang dapat mendorong perkembangan hukum Islam.

4.      Fahamnya Ulama Tentang Ilmu Pengetahuan
Selain telah dibukukannya sumber-sumber hukum Islam yaitu Al-Quran dan Al-hadits sebagi pedoman para ulama dalam penetapan hukum, para ulama pun sudah faham betul dengan keadaan yang terjadi serta para ulama-ulama yang dahulu dalam menghadapi kesulitan-kesulitan suatu peristiwa dapat terpecahkan sehingga keputusan-keputasan itu dapat dijadikan yurispudensi pada masa hakim saat ini.

5.      Lahirnya Para Cendikiawan-Cendikiawan Muslim
Dengan lahirnya para cendikiawan-cendikiawan muslim seperti Abi Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi’I dan juga para sahabat-sahabatnya dengan pemikiran-pemikiran yang dimiliki telah berperan dalam pemprosesan suatu hukum yang berkembang dalam masyarakat.


6.     Kembalinya Penetapan Hukum Pada Ahlinya
Berkembangnya keadaan yang terjadi di sekitar membuat banyak permaslahan-permasalahan baru yang terjadi, dengan demikian umat Islam baik itu para pemimpin negara maupun hakim-hakim pengadilan mengembalikan permasalahan-permasalahan terjadi pada para mufti-mufti dan tokoh-tokoh ahli perundang-undangan.
Pada masa Abu Bakar dan Ustman sahabat dilarang keluar dari madinah, agar tidak menyebarkan hadits secara sembarangan dan dapat bermusyawarah bersama dalam menghadapi persoalan-persoalan hukum yang penting.

B. Khawarij, Syi’ah dan Jumhur Pemikirannya Dalam Tasyri’

1. Pemikiran Hukum Islam Khawarij
Manolak hadist-hadist, pendapat-pendapat ulama serta fatwa mereka ini. Mereka hanya menerima setiap hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang mereka anggap cocok dari pendapat-pendapat ulama serta fatwa mereka itu mempunyai fiqih khusus (aliran hukum islam sendiri). Demikian pula golongan syi’ah menolak hadits-hadits yang diriwayatkan  oleh mayoritas sahabat dari Rasul, dan tidak memeprdulikan pendapat-pendapat serta fatwa mereka itu. Masing-masing kelompok dari golongan syi’ah ini hanya mau memegang hadits yang diriwayatkan oleh imam-imam mereka dari keluarga keturunan rasul serta fatwa-fatwa yang timbuk dari mereka. Dengan demikian mereka juga memiliki fiqih khusus(aliran hukum islam sendiri). Dan kitab fiqih mereka yang sudah dicetak sangat banyak tidak terhitung jumlahnya.
Berikut ini beberapa gagasan khawarij tentang hukum islam diantaranya :
1.        Pemimpin umat islam tidak mesti keturunan quraisy setiap orang yang beragama islam berhak menjadi pemimpin. Apakah berasal dari kalangan merdeka atau budak. Berbeda dengan pendapat golongan jumhur yang percaya bahwa kepemimpinan mesti dipegang oleh quraisy.
2.        2. Khawarij tidak menerima dan tidak mau melaksanakan sanksi bagi pelaku zina. Mereka hanya         berpendapat bahwa sanksi bagi pelaku zina adalah seratus kali pukulan, tidak ditambah razam. Sebab sanksi pukulan ditentukan didalam al-qur’an sedangkan rajam ditetapkan dalam sunnah.
3.        Khawarij  (sekte al-maimuniyah) berpendapat bahwa menikahi cucu perempuan adalah boleh (halal/tidak haram), sebab yang diharamkan dalam al-qur’an adalah anak, cucu tidak diharamkan.
4.        Khawarij pada umumnya berpendapat bahwa menikah dengan perempuan yang tidak masuk sekte khawarij hukumnya tidaklah sah. Bahkan menurut sekte ibadiyah berpendapat bahwa orangnya yang tidak sekelompok dengannya meskipun melakukan shalat lima waktu dan ibadah lainnya adalah kafir. Tetapi menikahi mereka dibolehkan.
5.        Ketika tejadi perang antara kelompok khawarij dan umat islam yang bukan khawarij, yang boleh dijadikan ghanimah menurut ibadiyyah hanyalah senjata dan kuda.
6.        Thaharah adalah suci lahir dan batin, konsekuensi logisnya adalah apabila ketika shalat dalam shalat berpikir sesuatu yang kotor dan membuat batin kotor maka shalat itu batal.
            Pemahaman khawarij ini berimplikasi kepada pemahaman fiqh. Beberapa pendapat mereka yang dapat dikemukakan di antaranya dalam masalah thaharah. Sebagaimana disebutkan oleh manna qathan, kaum khawarij salah satu kelompok islam yang paling ekstrem dalam melihat sesuatu, baik itu dalam imam atau kekafiran. Begitupula dalam ibadah, mereka menenkankan kepada sesuatu yang abstrak dan ruhiyah, bukan jasadiyah. Contohnya adalah dalam thaharah, bagi khawarij, bersuci itu tidak hanya sebata menyucikan anggota badan (dalam wudhu misalnya ), tetapi yang terpenting adalah menyucikan hait dan perasaan. Implikasinya, tidak hanya kencing atau buang air besar yang membatalkan wudhu’, tetapi juga ketika seseorang menyimpan dendam, dengki, permusuhan, atau memfitnah sesama manusia, maka wudhunya pun batal.

2.  Pemikiran Hukum Islam Syi’ah
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya syi’ah adalah kelompok umat islam yang berpihak pada ahl al-bait. Menurut keyakinan mereka, yang berhak menjadi pemimpin umat islam sestelah wafat Nabi Muhammad adalah Ali Ibn Abi Thalib. Karena beliau adalah anggota keluarga ( laki-laki ) Nabi yang terdekat, anak paman Nabi.
Dalam perjalanan sejarahnya, Syi’ah terpecah menjadi beberapa sekte. Secara umum sumber hukum dalam pandangan Syi’ah adalah sebagai berikut:
1.             Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam pandangan mereka, Al-Qur’an memiliki 2 makna: makna lahir dan makna batin. Hanya imam yang dapat mengetahui makna bathin Al-Qur’an.
Bagi Syi’ah, Sunnah dapat dibedakan menjadi empat:
a.    Hadis Shahih (tradisi yang otentik)
b.    Hadis Hasan (tradisi yang baik)
c.    Hadis Musak (kuat)
d.   Hadis Dla’if (lemah)
Hanya tiga macam hadis pertama yang diterima oleh kaum ushuli.
2.             Syi’ah hanya menerima hadis dan pendapat dari imam Syi’ah dan ulama Syi’ah. Mereka menolak riwayat dari se;ain imam Syi’ah.
3.             Syi’ah menolak ijmak umum.
Menurut mereka, dengan mengakui ijmak umum berarti mengambil pendapaat selain pendapat imam-imam Syi’ah. Mereka juga menolak al-qiyas sebagai bagian dari al-ra’yu. Karena menurut mereka agama bukan diambil dengan ra’yu.
Berikut ini beberapa pendapat Syi’ah tentang hukum islam, antara lain :
1.      Nikah mut’ah sah dilakukan tanpa saksi dan I’lan. Nikah mut’ah tidak menjadi sebab saling mewarisi antara suami dan istri dan tidak memerlukan talaq, karena pernikahan berakhir ketika waktu yang ditentukan telah berakhir. Waktu ‘iddah bagi perempuan dalah dua kali haid ( bagi perempuan yang masih haid ) atau 45 hari bagi perempuan yang sudah putus haid. Jumlah perempuan yang dapat dinikahi dalam satu waktu tidak terbatas.
2.      Syi’ah berpendpat bahwa laki-laki muslimtidak dihalalkan kawin dengan wanita Yahudi dan Nasrani, sebab QS Al-Maidah ayat 5 itu dimansukh oleh QS Al-Mumtahanah ayat 10.
3.      Syi’ah berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW dapat mewariskan harta kepada ahli warisnya.
4.      Syi’ah berbeda pendapat dengan ulama jumhur dalam lafadz adzan. Bagi ulama Syi’ah, setelah kalimat hayya ‘ala al-falah adalah hayya ‘ala khairi al-‘amal.
5.      Masalah warisan bagi perempuan, perempuan hanya mendapatkan benda bergerak saja, tidak seluruh jenis harta.
6.      Waktu shalat hanya tiga, Dzuhur dan Ashar (dhuluqi syamsi), Maghrib dan Isya (ghosyaqillail) dan subuh (Al-Qur’anal Fajr).
7.      Dalam sujud tidak menggunakan alas tempat sujud yang dibuat tangan. Biasanya mereka memekai tanah atau batu dari Karbala.
                                    
3  Pemikiran Hukum Jumhur

Jumhur yang dimaksud adalah jumhur ulama, yaitu ulama pada umumnya. Berikut ini adalah beberapa pemikiran hukum islam jumhur, antara lain:
a.       Penolakan terhadap keabsahan nikah mut’ah. Bagi jumhur nikah mut’ah haram dilakukan. Dalam hal ini, pendapat jumhur sejalan dengan pendapat Umar ibn Khattab r.a.
b.      Jumhur menggunakan konsep ‘aul dalam pembagian harta pusaka.
c.       Nabi Muhammad SAW tidak dapat mewariskan harta, karena terdapat sebuah hadis yang menyatakan bahwa beliau bersabda:
Kami seluruh para nabi tidak mewariskan (harta); harta yang kutinggalkan adalah shadaqah”
d.      Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah 4 orang ( penafsiran QS An-Nisa ayat 3).









BAB III
KESIMPULAN

Pemahaman khawarij ini berimplikasi kepada pemahaman fiqh. Beberapa pendapat mereka yang dapat dikemukakan di antaranya dalam masalah thaharah. Sebagaimana disebutkan oleh manna qathan, kaum khawarij salah satu kelompok islam yang paling ekstrem dalam melihat sesuatu, baik itu dalam imam atau kekafiran.
Syi’ah adalah kelompok umat islam yang berpihak pada ahl al-bait. Menurut keyakinan mereka, yang berhak menjadi pemimpin umat islam sestelah wafat Nabi Muhammad adalah Ali Ibn Abi Thalib. Karena beliau adalah anggota keluarga ( laki-laki ) Nabi yang terdekat, anak paman Nabi.
Jumhur yang dimaksud adalah jumhur ulama, yaitu ulama pada umumnya. Berikut ini adalah beberapa pemikiran hukum islam jumhur, antara lain:
a.       Penolakan terhadap keabsahan nikah mut’ah. Bagi jumhur nikah mut’ah haram dilakukan. Dalam hal ini, pendapat jumhur sejalan dengan pendapat Umar ibn Khattab r.a.
b.      Jumhur menggunakan konsep ‘aul dalam pembagian harta pusaka.
c.       Nabi Muhammad SAW tidak dapat mewariskan harta, karena terdapat sebuah hadis yang menyatakan bahwa beliau bersabda:
Kami seluruh para nabi tidak mewariskan (harta); harta yang kutinggalkan adalah shadaqah”
d.      Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah 4 orang ( penafsiran QS An-Nisa ayat 3).









DAFTAR PUSTAKA

·         Dr. Yayan Sopyan, M.Ag.2010.Tarikh Tasyri’ Sejarah Dan Pembentukan Hukum Islam.Depok:Gramata Publishing.
·         Mubarok,Jaih. 2000. Sejarah dan Perkembangan Hukun Islam. Bandung:Remaja Rosdakarya.